REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil melihat, dalam penanganan kasus Irjen Ferdy Sambo, Kapolri Listyo Sigit Prabowo, ada dua langkah yang sudah dilakukannya, yaitu penegakan hukum dan kode etik. Kapolri masih mengumpulkan puzzel-puzzel atas fakta kasus pembunuhan Brigadir Yoshua atau Brigadir J.
Menurut Nasir, kepolisian dalam bekerja didasarkan atas dasar fakta. Bukan berdasar selera, keinginan, atau perasaan orang orang banyak. “Hari ini Kapolri sedang mengumpulkan puzzel dari fakta-fakta tersebut,” ungkap Nasir, Sabtu (27/8/2022).
Politikus PKS ini melihat sudah ada dua langkah yang dilakukan Kapolri, yaitu penegakan hukum dan kode etik. “Kapolri kita minta juga memberi keadilan pada anggota Polri,” kata Nasir.
Dijelaskannya, dalam kasus pembunuhan Brigader Yoshua, ada anggota yang menghalang-halangi penyelidikan maupun membantu sehingga peristiwa pembunuhan tersebut terjadi. "Mereka kan ada deliknya juga, dengan melihat kualitas dan kuantitas keterlibatannya,” papar Nasir.
Namun juga harus melihat keterlibatan mereka karena faktor terpaksa perintah komandan atau dengan kesadaran. Masalah ini harus diperiksa dengan baik. “Ada lebih dari 50 yang sudah diperiksa. Mereka yang dinonaktifkan juga sudah banyak,” kata dia.
Kasus Irjen Sambo, menurut Nasir, merupakan ujian bagi Kapolri. Bagi Nasir, kalau disebut orang dekat, maka yang paling dekat dengannya adalah Polri sebagai insitusi, bukan personal. “Dia pemimpin institusi kepolisian, kalau tidak ada Polri, bagaimana dia jadi kepala. Dia lebih dekat dengan institusi dibanding orang-orang yang dianggap publik dekat dengannya,” ungkap anggota DPR dapil Aceh ini.
Munculnya isu-isu seperti konsorsium 303, isu ditemukannya uang dolar, menurut Nasir, merupakan kebisingan-kebisingan yang tidak jelas sumbernya. “Ini membuat itu menjadi tidak fokus. Tidak tahu apa maksud menyebarkan isu-isu itu ke publik lewat media sosial,” kata Nasir.
Isu-isu ini bisa mengganggu konsentrasi Kapolri. “Atau isu-isu ini bisa saja sengaja untuk mengalihkan opini,” kata dia.
Presiden Jokowi melalui Menko Polhukam Mahfud MD, kata Nasir, harus terus memastikan agar proses hukum ini bisa memberi keadilan bagi publik. “Keadilan dan kepercayaan publik harus dijaga Menko Pulhukam sebagai pembantu presiden,” ungkap Nasir.