REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kasus Covid-19 di Indonesia rendah dibandingkan negara lain karena imunitas atau level antibodi masyarakat tinggi. Berdasarkan serosurvei, level antibodi yang dimiliki masyarakat mencapai hingga 98,5 persen.
“Kita sudah melihat dibandingkan Desember hanya 88 persen dari masyarakat yang memiliki antibodi. Sekarang naik 98,5 persen. Level antibodi yang tadinya hanya sekitar 400an unit per mililiter sekarang naik lebih dari 2000 unit per milliliter,” kata Menkes Budi saat konferensi pers usai rapat terbatas evaluasi PPKM di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Budi membandingkan kasus konfirmasi harian akibat gelombang BA.4 dan BA.5 di Indonesia dengan beberapa negara. Satgas Covid-19 mencatat jumlah kasus baru pada hari ini sebanyak 4.858 kasus.
Namun, kasus aktif berkurang 300 kasus dibandingkan sehari sebelumnya sehingga kasus aktif hari ini sebanyak 48.503 kasus. Sementara, jumlah pasien Covid-19 sembuh sebanyak 5.134 kasus.
Di beberapa negara seperti Eropa dan Amerika, kasus hariannya mencapai lebih dari 100 ribu. Bahkan di Jepang, jumlah kasus harian menembus lebih dari 200 ribu.
Tingginya level antibodi masyarakat yang menyebabkan kasus akibat gelombang BA.4 dan BA.5 di Indonesia tak melonjak tinggi. “Itu sebabnya kenapa, untuk kasus gelombang BA4 BA5 yang di Jepang, Eropa, Amerika itu meningkatkan kasus konfirmasi tinggi sekali, di kita tidak. Karena level imunitas masyarakat Indonesia sudah sangat tinggi,” tambahnya.
Menkes menjelaskan, kondisi ini karena dua hal. Pertama, yakni gencarnya vaksinasi yang dilakukan pada November, Desember, hingga Januari.
Kedua, yakni adanya infeksi karena tingginya gelombang omicron yang terjadi pada Februari dan Maret yang juga meningkatkan imunitas masyarakat. Kombinasi antara vaksinasi dan infeksi membuat kadar antibodi masyarakat Indonesia tinggi sekali pada Juni, Juli, dan Agustus 2022.
“Boleh dibilang saat gelombang BA.4 BA.5 masuk, kami tidak terganggu sama sekali kasusnya,” kata Budi.
Kendati demikian, Budi mengingatkan agar Indonesia tetap harus mewaspadai munculnya varian baru pada enam bulan ke depan atau sekitar Januari hingga Maret 2023 mendatang. Hal ini akibat tingginya kasus konfirmasi yang terjadi di beberapa negara sehingga menyebabkan adanya mutasi baru.