REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Kota Jakarta Barat (Pemkot Jakbar) membantah mewajibkan siswi Muslim pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri di daerah itu untuk memakai jilbab di sekolah. Penegasan ini untuk menanggapi kabar yang viral di media sosial tentang pengakuan orang tua yang anaknya disindir secara kasar karena tidak memakai jilbab di SMP 75, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
"Saya sudah klarifikasi, tidak ada seperti itu. Tidak ada pemaksaan," kata Kepala Seksi Pendidikan dan Tenaga Pendidikan Jakarta Barat II, Masduki, di Jakarta, Senin (1/8/2022).
Masduki menilai, seluruh siswi Muslim dibebaskan untuk memilih menggunakan jilbab atau tidak. Seluruh siswi juga diperbolehkan untuk mengenakan baju berlengan panjang atau pendek.
Pemkot Jakbar hanya menganjurkan seluruh siswi mengenakan rok panjang agar terlihat lebih sopan dan rapi. Menurut Masduki, pernyataan yang viral di media sosial itu merupakan narasi yang sebelumnya sempat diunggah di media sosial tahun lalu.
"Sebenarnya itu juga kejadian tahun lalu yang diangkat lagi dan tahun lalu pun juga sebenarnya hanya 'katanya'," kata dia.
Karena dianggap membuat gaduh, Masduki akan mencari pihak yang bertanggung jawab atas unggahan berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) itu. "Justru kita lagi cari ini, kita lagi telusuri," kata dia.
Jika ke depan pihaknya mendapatkan ada guru yang melakukan tindakan berbau SARA tersebut, Masduki menjanjikan, Pemkot Jakbar akan memberikan sanksi disiplin kepada oknum guru itu. Kendati demikian, Masduki tidak merinci dasar peraturan dan hukuman apa yang diberikan kepada oknum guru tersebut.
Sebelumnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Imah Mahdiah, mengunggah foto sedang memberikan baju seragam kepada salah seorang anak SD. Dalam foto diunggah itu, dia memberikan keterangan bahwa beberapa siswi SMP Muslim di wilayah Jakarta Barat dipaksa memakai jilbab.
Dia juga mengunggah foto percakapan warga yang mengaku anaknya dipaksa untuk memakai jilbab di sekolah.