Jumat 29 Jul 2022 07:09 WIB

Soal Dugaan Gratifikasi, Mardani Maming: Tidak Mungkin Saya Sebodoh Itu

Mardani Maming bantah terlibat gratifikasi dan transaksi murni bisnis

Rep: Flori Sidebang/ Red: Nashih Nashrullah
Tersangka kasus dugaan suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu Mardani H Maming (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022). KPK resmi menahan mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut setelah sebelumnya sempat menjadi DPO KPK.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Tersangka kasus dugaan suap izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu Mardani H Maming (kiri) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022). KPK resmi menahan mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut setelah sebelumnya sempat menjadi DPO KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming membantah dirinya menerima gratifikasi terkait izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu. Maming menyebut, kasusnya ini adalah murni transaksi bisnis.  

"Yang dinyatakan gratifikasi itu adalah murni masalah business to business," kata Mardani kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis (28/7/2022) malam.  

Baca Juga

Menurut Maming, dia tidak melakukan tindak pidana apapun. Sebab, jelas dia, dalam bisnis itu ia bahkan membayar pajak untuk membuktikkan bisnis yang dilakukannya.  

"Tidak mungkin saya sebodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU, dalam pengadilan utang-piutang. Berarti murni business to business," jelas dia.  

Sebelumnya, KPK resmi menahan Mardani Maming. Dia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan menerima suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu. 

Dalam konstruksi perkara, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan Maming telah menyalagunakan kewenangannya untuk memberi izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan saat menjabat sebagai bupati di wilayah tersebut periode tahun 2010-2015 dan 2016-2018. 

Dia menyebut, salah satu pihak yang dibantu Maming, yakni Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada 2010. 

"Henry Soetio selaku pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT BKPL (Bangun Karya Pratama Lestari) seluas 370 ha yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022) malam.  

Maming juga diduga beberapa kali menerima uang dari Henry melalui perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming. 

Pemberian uang itu dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming. 

"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp 104, 3 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai dengan 2020," katanya. 

Dalam kasus ini, Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement