Senin 25 Jul 2022 20:37 WIB

Kejakgung Buka Penyidikan Baru Dugaan Korupsi di PT PLN

Penyidik langsung melakukan pemeriksaan terhadap tiga pejabat di PLN.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ilham Tirta
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) membuka penyidikan baru terkait dugaan korupsi pengadaan tower transmisi Perusahaan Listrik Negera (PLN) 2016 senilai Rp 2,25 triliun. Proses penyidikan yang dilakukan tim Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) itu pada Senin (25/7/2022) langsung melakukan pemeriksaan terhadap tiga pejabat di PLN sebagai saksi.

“Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, tim penyidik dari Jampidsus resmi menaikkan status penanganan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) ke proses penyidikan,” kata Jaksa Agung, ST Burhanuddin dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Senin (25/7/2022).

Baca Juga

Surat perintah penyidikan tersebut, diterbitkan Jampidsus Febrie Adriansyah pada 14 Juli 2022, kemarin. Namun, baru diumumkan ke publik pada Senin (25/7/2022).

Burhanuddin menerangkan, duduk perkara kasus dugaan korupsi di PT PLN ini terjadi pada periode 2016. Dikatakan, PLN melakukan pengadaan tower transmisi sebanyak 9.085 titik. “Dengan anggaran pekerjaan menacpai Rp 2,251 triliun,” kata Burhanuddin.

Dalam pelaksanaannya, dikatakan, PLN menggandeng Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo). Dalam hal tersebut, dikatakan Burhanuddin, Direktur Operasional PT Bukaka adalah sebagai Ketua Aspatindo. Aspatindo, dikatakan turut membawa 13 perusahaan penyedia pengadaan tower.

Namun, dalam praktik kerja sama tersebut, dikatakan terjadi praktik korupsi. “Yaitu, berupa penyalahgunaan kewenangan dan kesempatan, atau sarana yang ada, yang berujung pada adanya kerugian negara,” kata Burhanuddin.

Sejumlah dugaan korupsi tersebut dikatakan Burhanuddin berawal dari dokumen perencanaan pengadaan tower transmisi yang tidak pernah dibuat. Dalam pengadaannya, pun dikatakan PLN menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT), perusahaan tahun 2015. Padahal, kegiatan pengadaan baru dilakukan pada 2016.

Dalam prosesnya, pun dikatakan Burhanuddin, PLN sebagai pihak penyelenggara negara, dan pemilik kegiatan pengadaan, kerap memberikan fasilitas-fasilitas atas permintaan dari pihak Aspatindo. “Atas hal tersebut memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka. Karena Aspatindo, diketuai pihak PT Bukaka,” ujar dia.

Dikatakan juga, PT Bukaka bersama 13 perusahaan penyedia tower transmisi di Aspatindo melakukan kontrak kerja sepanjang Oktober 2016-2017, dengan realisasi pengadaan sebesar 30 persen. Namun, pada periode November 2017, sampai dengan Mei 2018, dikatakan PT Bukaka bersama 13 perusahaan penyedia tower melanjutkan pekerjaan, tanpa ada kontrak kerja dan dasar hukum pengerjaan.

“Kondisi tersebut memaksa PT PLN melakukan adendum pekerjaan yang berisi perpanjangan waktu kontrak kerja selama satu tahun,” kata Burhanuddin.

Dalam adendum tersebut, PT PLN dan penyedia tower transmisi melakukan penambahan volume tower dari semula 9.805 menjadi 10 ribu tower. Dengan perpanjangan pengerjaan sampai pada Maret 2019. Dari perpanjangan pengerjaan tersebut, dikatakan Burhanuddin, juga ditemukan adanya alokasi tambahan 3.000 set tower yang tak ada dalam kontrak kerja. “Sehingga diduga terjadi adanya kerugian negara,” kata Burhanuddin.

Setelah mengumumkan resmi kasus tersebut naik ke penyidikan, tim di Jampidsus, pada Senin (25/7/2022) juga mulai memeriksa saksi-saksi. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Ketut Sumedana mengatakan, tiga para pejabat di PLN diperiksa terkait hal tersebut.

“Yang diperiksa terkait tindak pidana korupsi di PLN adalah MD, C, dan NI,” kata Ketut, dalam siaran pers, Senin (25/7/2022).

MD mengacu pada nama Muhammad Dahlan. Ia diperiksa selaku General Manager Pusmankom PT PLN 2017-2022. C adalah Christyono yang diperiksa selaku Kepala Divisi (Kadiv) SCM PT PLN 2016 dan NI adalah Najahul Imtihan yang diperiksa selaku Kadiv SCM PT PLN 2021. “MD, C, dan NI diperiksa sebagai saksi,” kata Ketut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement