Sabtu 23 Jul 2022 01:13 WIB

Kontras Beri Rapor Merah kepada 31 Peserta Seleksi Hakim Adhoc HAM

Ada 33 peserta seleksi tahap akhir hakim adhoc HAM.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Suasana tahapan seleksi akhir calon hakim adhoc HAM yaitu sesi wawancara di Pusdiklat MA, Bogor pada Rabu (20/7). Kegiatan itu diikuti oleh 33 peserta yang telah lolos tes tertulis.
Foto: Republika/Rizky Suryarandika
Suasana tahapan seleksi akhir calon hakim adhoc HAM yaitu sesi wawancara di Pusdiklat MA, Bogor pada Rabu (20/7). Kegiatan itu diikuti oleh 33 peserta yang telah lolos tes tertulis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menuntaskan laporan soal peserta seleksi hakim adhoc Hak Asasi Manusia (HAM). Kontras memberi catatan merah terhadap 31 dari 33 peserta seleksi tahap akhir. 

Kepala Divisi Pengawasan Impunitas Kontras Tioria Pretty Stephanie mengamati langsung jalannya proses tahapan wawancara bagi para peserta calon hakim adhoc HAM. Ia menemukan sebagian peserta justru punya pemahaman yang tak memuaskan mengenai teknis persidangan dan beda tindak pidana dengan pelanggaran HAM berat. 

Baca Juga

"Dari yang kita pantau kacau karena mereka nggak tahu dasar teknis persidangan, nggak tahu bedanya tindak pidana dan HAM," kata Tioria kepada wartawan, Kamis (21/7/2022). 

Atas dasar itulah, Kontras pesimistis dengan calon hakim adhoc HAM yang akan dipilih. Kontras khawatir mereka tak bisa menjalankan tugasnya dengan maksimal karena minimnya kompetensi. 

"Dari scoring yang kami lakukan itu yang dapat nilai merah 31 orang, satu hijau dan satu kuning. Sementara MA mencari 12 (hakim HAM)," ujar Tioria. 

Secara khusus, Kontras mendesak MA tidak meloloskan peserta yang punya rekam jejak TNI. Ada dua pensiunan TNI Angkatan Darat yang mencapai tahap seleksi akhir, yaitu Brigjen (Purn) I Made Kanthika dan Kolonel (Purn) Yaya Supriadi.

"Kami juga sudah menyampaikan ini sama MA dan pansel bahwa kita nggak merekomendasikan mereka memilih calon hakim yang punya latar belakang TNI," ucap Tioria. 

Diketahui, para hakim adhoc HAM terpilih akan menyidangkan kasus Paniai Berdarah pada Agustus 2022 di Pengadilan Makassar. Dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini, penyidik pada Jampidsus, menetapkan IS sebagai tersangka tunggal, Jumat (1/4/2022).

IS adalah anggota militer yang menjabat sebagai perwira penghubung saat peristiwa Paniai Berdarah terjadi 2014 lalu. Tersangka IS dituding bertanggung jawab atas jatuhnya empat korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa demonstrasi di Paniai. Mengacu rilis resmi, tim penyidik, menjerat IS dengan sangkaan Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a, juncto Pasal 7 huruf b UU 26/200 tentang Pengadilan HAM.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement