REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca (Lab TMC), kembali melakukan kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Riau. Hal tersebut dilakukan karena saat ini mulai banyak ditemukan titik panas indikasi kebakaran hutan dan lahan atau hotspot di Riau.
Koordinator Lapangan TMC di Riau, Tukiyat, mengatakan berdasarkan hasil pantauan Sistem Monitoring Kebakaran Hutan dan Lahan (Sipongi) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sejak awal Juli 2022 telah terjadi peningkatan eskalasi titik panas di Provinsi Riau.
“Karena itu, di Riau saat ini kembali dimulai kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca,” kata Tukiyat, Jumat (22/7).
Sementara itu, menurut prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), potensi bencana Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau juga akan meningkat pada Juli hingga September 2022. Hal itu didasari pada sifat hujan untuk bulan Juli-Oktober di wilayah Provinsi Riau, yang diprediksi berada pada kondisi normal hingga di bawah normal. Kemudian juga berdasarkan pola tahunan jumlah kejadian hotspot di Pulau Sumatera, khususnya Provinsi Riau yang mencapai puncak pada periode bulan Juli-Oktober.
Tukiyat menerangkan kemunculan hotspot pada lahan-lahan gambut terjadi karena adanya penurunan kelembapan lahan gambut. Hal itu akan semakin rentan untuk terbakar sehingga mengakibatkan bencana karhutla jika tidak segera ditangani.
"Atas dasar tersebut, maka Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) meminta kepada BRIN melalui Lab TMC untuk melaksanakan kegiatan TMC. Tujuannya untuk pembasahan lahan gambut di wilayah Provinsi Riau guna mencegah terjadinya Karhutla," ujar Tukiyat.
Kegiatan TMC di Riau yang dimulai pada 21 Juli 2022 rencananya dilaksanakan selama 11 hari sesuai permintaan BRGM. Pada periode I tersebut kegiatan TMC telah berhasil mempertahankan kelembapan lahan gambut dan menurunkan jumlah hotspot yang terjadi di wilayah Provinsi Riau.