REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Flori Sidebang
Aksi sadis kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang terbaru di Papua, yang membunuh 10 warga sipil di Nduga, membuat opini dari kalangan DPR terbelah. Sebagian menginginkan TNI dan Polri mengubah pendekatan defensif yang selama ini diterapkan.
"Sudah saatnya TNI-Polri memburu KKB sampai ke sarangnya. Proses penegakan hukum juga harus mengedepankan peran dan keterlibatan masyarakat sipil agar tidak terjadi salah sasaran," ujar anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sukamta, lewat keterangan tertulisnya, Selasa (19/7/2022).
Yang kedua, menurut Sukamta, TNI dan Polri juga harus melakukan perang opini publik terkait penanganan konflik di Papua. Pasalnya, anggota KKB Papua yang bersembunyi berpotensi terus melakukan doktrinasi dan penggalangan opini jumlahnya belum terpetakan.
Menurut Sukamta, pemerintah harus membentuk opini publik berlandaskan data, fakta kejadian, dan situasi kondisi di Papua. Opini tersebut juga harus terbuka, jelas, dan jujur informasinya agar tidak dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok Papua Merdeka yang beroperasi dalam penggalangan opini publik.
"Saat ini muncul upaya pembentukan opini bahwa TNI-Polri melakukan pelanggaran HAM di Papua. Informasi-informasi mengenai kejadian-kejadian krusial di Papua harus disampaikan secara terbuka jelas dan transparan agar publik tahu dan percaya bahwa TNI-Polri bertindak sesuai koridor hukum," ujar Sukamta.
"Apabila ada oknum TNI-Polri bertindak diluar koridor penegakan hukum, maka harus diproses secara tegas. Semua itu agar masyarakat Papua, rakyat Indonesia dan dunia percaya terhadap pemerintah Indonesia," sambungnya.
Berbeda dengan Sukamta, anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengimbau pemerintah berhenti menggunakan pendekatan militer untuk penyelesaian konflik di Papua. Pasalnya, ia justru menilai pendekatan tersebut semakin menguatkan keinginan KKB untuk menyebarkan keinginan untuk berpisah dari Indonesia.
"Kok bukan pendekatan perang saja atau pendekatan militer, karena kalau ini yang dilakukan maka menurut saya isu separatisme Papua di luar negeri itu justru akan lebih menguat," ujar Arsul di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
Jika pendekatan militer terus dilakukan, menurut Arsul, bukan tak mungkin akan ada nyawa yang hilang lagi dari kontak senjata yang terjadi di Papua. Baik dari pihak KKB, TNI, Polri, warga sipil, ataupun pendatang yang bekerja di sana.
Karenanya, ia mendorong pemerintah untuk melakukan pendekatan hukum dalam mengatasi KKB di Papua. Contohnya, jika KKB kembali melakukan penembakan, maka kepolisian akan menangkapnya dan memidanakannya dengan undang-undang yang sesuai.
"Paling tidak sudah memberikan perlakuan yang sama, equality before the law-nya ada. Meskipun sekali lagi sebagai anggota Komisi III saya juga berpendapat ini juga harus hati-hati juga pendekatan ini," ujar Arsul.
Namun, tantangan utama dalam melakukan pendekatan hukum adalah kerja Polri untuk mengatasi KKB. Mulai pengerahan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri hingga Brigade Mobil (Brimob).
"Sebisa mungkin tetap pendekatan penegakan hukum, bukan pendekatan perang atau militer. Pendekatan penegakan hukum bukan berarti TNI tidak berperan, tetapi TNI berperan membackup sepenuhnya kepolisian," ujar Wakil Ketua MPR itu.