REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Miranda Swaray Goeltom mengatakan, dunia mengakui keberhasilan Indonesia dalam menjaga kondisi perekonomian tetap stabil di tengah krisis dunia akibat pandemi, perperangan, dan faktor lainnya. Miranda menyebut, inflasi di Indonesia hanya sekitar 4-5 persen. Sementara Amerika Serikat mencetak inflasi mencapai 9 persen.
"Secara umum Indonesia kuat untuk bertahan. Sepanjang sejarah perekonomian beberapa dekade terakhir, belum pernah dalam sejarah inflasi Indonesia lebih rendah dari pada inflasi Amerika Serikat," kata Miranda saat menjadi moderator dalam kuliah umum bertema "Indonesia’s Economic Resilience and Future Challenges" bagi peserta PPRA 63 dan 64 Lemhannas di Gedung Lemhannas, Jakarta Pusat, Senin (18/7/2022).
Baca: IMF: Perang Ukraina Versus Rusia Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Global
Miranda menuturkan, hampir seluruh dunia mengakui kalau Indonesia memiliki kebijakan keuangan dan kebijakan fiskal yang baik. Namun, ia mengingatkan agar pemerintah tetap harus berhati-hati dalam menghadapi kondisi yang ada.
"Kita tidak perlu ragu kalau semua sudah mengakui kemampuan Indonesia dalam menghadapi krisis. Tapi tetap harus hati-hati," ujar eks pelaksana tugas gubernur Bank Indonesia tersebut.
Sejalan dengan hal tersebut, Wakil Gubenur Lemhannas Letnan Jenderal (Letjen) Mohamad Sabrar Fadhilah dalam sambutannya menyebutkan, Indonesia tetap perlu waspada. Fahdilah mengatakan, prospek ekonomi dunia semakin membaik, akan tetapi terdapat faktor geopolitik yang perlu diwaspadai.
"Prospek kondisi ekonomi dunia meningkat, namun potensi risiko lainnya tetap tinggi karena situasi mengetatnya kondisi keuangan global dan penyebaran varian Omicron, serta krisis geopolitik yang tengah terjadi," tutur Fadhilah.
Baca: Innalillahi, Eks Kaskostrad dan Danbrigif 18 Trisula Mayjen (Purn) Indra Hidayat Wafat
Kondisi Indonesia saat ini, jelas Miranda, tidak terlalu rentan sebagaimana yang terjadi pada 1998 silam. Pasalnya, kuatnya ekonomi didukung oleh berbagai kebijakan dan dukungan pemerintah dalam menjaga kestabilan perekonomian.
"Saya merasa karena Indonesia tidak vulnerable seperti dulu. Sekarang Indonesia memiliki sektor keuangan yang bagus, kebijakan secara umum kondisinya juga baik, tools lebih banyak, financial instrument lebih banyak, juga dukungan pemerintah seperti peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan sebagainya," ungkap Miranda.
Ketika ditanya mengenai potensi perekonomian Indonesia di tengah memburuknya perekonomian global, Miranda menyebutkan adanya potensi hal tersebut. Namun, ia menilai, tidak perlu khawatir karena Indonesia sudah memiliki cushion (bantalan) agar perekonomian tak semakin memburuk.
"Apakah Indonesia akan ikut memburuk? Bisa saja terjadi begitu, tetapi yang penting sebetulnya kita sudah punya tools (alat-alat). Indonesia punya monetary space yang cukup besar. Indonesia juga punya broad based industry yang beragam, saat satu harga turun, yang satu naik, juga harga komoditas, di satu sisi turun, harga komoditas lainnya naik," jelasnya.
Miranda melanjutkan, akibat dari langkah-langkah tersebut, Indonesia termasuk dari sedikit negara yang dalam masa pandemi sejak 2020 hingga 2022 tidak terlalu jauh turun pertumbuhan ekonominya dari yang diharapkan. Selain itu, Miranda juga menyampaikan, bakal ada dampak ditimbulkan akibat krisis Ukraina dan Rusia pada perekonomian global.
"Bila krisis Ukraina dan Rusia tidak selesai, tentu saja ada dampaknya. Akan tetapi, faktor itu tidak sendirian, perekonomian China juga berdampak ke Indonesia. Indonesia punya bantalan yang cukup untuk menghadapinya," kata Miranda.
"Saya cukup optimistik, saat ini Indonesia memliki berbagai tools dan instruments yang bisa dipakai,” kata Miranda menegaskan. Terkait dengan upaya Indonesia yang memfokuskan dalam pembangunan infrastruktur, memang terjadi perlambatan, tapi ke depannya justru akan membaik dan memperkuat perekonomian.
Baca: Andi Minta Lemhannas Buat Kajian yang Sesuai Kebutuhan Presiden