REPUBLIKA.CO.ID,
Ketua Komisi III Nilai TGPF Kasus Polisi Tembak Polisi Belum Diperlukan
JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto menilai pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) terkait kasus polisi tembak polisi di kediaman Kadiv Provam Irjen Ferdy Sambo belum diperlukan. Menurutnya TGPF diperlukan jika dalam pengungkapan kasusnya ditemui perbedaan pendapat.
"Menurut saya sih belum perlu. Kenapa kok belum perlu? Jawaban saya adalah, tim gabungan pencari fakta itu kalau ada confuse, ada beda pendapat, ada pendapat yang A ke B, ini kan pendapat belum keluar. Kalau ada beda pendapat baru bisa kita bentuk," kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/7/2022).
Bambang menambahkan kasus tersebut merupakan permasalahan internal di kepolisian dan tidak memunculkan korban di kalangan masyarakat. Karena itu menurutnya pembentukan tim gabungan pencari fakta memang belum dibutuhkan.
"Jadi kita beri kesempatan Polri untuk menjelaskan lebih rinci. Tapi saya pastikan," ujarnya.
Politikus PDIP itu menyarankan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus untuk mengungkapkan kasus polisi tembak polisi di rumah Kadiv Provam Irjen Ferdy Sambo. Menurutnya pembentukan tim khusus di internal Polri itu dilakukan untuk memastikan bahwa pengusutan kasus berjalan secara transparan.
"Oh itu nanti bisa, (agar transparan) misal pak kapolri membentuk tim lagi toh. Bisa dong, nggak ada masalah itu. Jadi bisa pak kapolri kewenangan untuk itu," ucapnya.
Sebelumnya Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas tewasnya personel Divisi Profesi dan Keamanan (Propam) Polri yang tertembak di rumah dinas perwira tinggi (pati) Polri. Insiden penembakan itu terjadi di rumah dinas Kepala Divisi Propam Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Hal ini untuk mengungkap apakah meninggalnya korban penembakan terkait adanya ancaman bahaya terhadap Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo atau adanya motif lain," kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso.
Menurut Sugeng, TGPF diperlukan guna mencari tahu status Brigadir J dalam kasus tersebut, apakah sebagai korban atau pelaku. "Alasan kedua, Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat (Brigadir J) statusnya belum jelas apakah korban atau pihak yang menimbulkan bahaya sehingga harus ditembak," ujarnya.
Lihat postingan ini di Instagram