REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai Undang-Undang tentang Pemasyarakatan (UU PAS) akan meningkatkan berbagai layanan pembinaan bagi penghuni lapas. Dia mengaku bersyukur revisi telah disetujui DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.
"Keberadaan RUU Pemasyarakatan sebagai undang-undang tentunya akan membantu meningkatkan berbagai layanan pembinaan bagi penghuni lapas sejak proses hukum bergulir," kata Sahroni, di Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Komisi III DPR sejak lama fokus pada pembahasan terkait berbagai isu di lingkungan pemasyarakatan. Hal itu, menurut dia, terkait bagaimana bisa benar-benar membina para narapidana sebelum kembali ke masyarakat, peningkatan kemampuan, hingga terkait kelebihan kapasitas di dalam lapas.
"Karena itu, kami sangat bersyukur karena UU PAS ini disetujui DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Semoga bisa menjadi jawaban atas berbagai permasalahan terkait lembaga pemasyarakatan selama ini," ujarnya.
Dia mengatakan, dalam UU PAS dibuat aturan bahwa lapas tidak lagi menjadi "tempat pembuangan" akhir bagi terpidana, tapi justru lapas sudah terlibat sejak awal sistem peradilan pidana bergulir. Hal itu, menurut dia, sangat penting agar para warga binaan benar-benar mendapat pembinaan yang dibutuhkan, yang sesuai dengan hak-hak dasar sebagai warga negara.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis siang menyetujui RUU PAS untuk disahkan menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil setelah seluruh fraksi di DPR menyetujui RUU yang akan mengatur tentang aturan tahanan dan para terpidana tersebut.
Sebelas substansi
Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh mengatakan, UU Pemasyarakatan memuat 11 substansi yang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan sistem pemasyarakatan. Pertama adalah penguatan posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu.
Kedua, perluasan cakupan dari tujuan sistem pemasyarakatan tidak hanya meningkatkan kualitas. Ketiga adalah pembaharuan asas dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan didasarkan pada asas pengayoman, non diskriminasi, kemanusiaan, gotong royong, kemandirian, proporsionalitas kehilangan kemerdekaan, sebagai salah satunya penderitaan, serta profesionalitas.
Selanjutnya, pengaturan tentang fungsi pemasyarakatan yang mencakup tentang pelayanan, pembinaan, pembimbingan, kemasyarakatan, perawatan, pengamanan, dan pengamatan. "E, penegasan pengaturan mengenai hak dan kewajiban bagi tahanan, anak, dan warga binaan. F, pengaturan mengenai penyelenggaraan dan pemberian program pelayanan, pembinaan," ujar Pangeran di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/7).
Ketujuh, pengaturan tentang kegiatan intelijen dalam penyelenggaraan fungsi pengamanan dan pengamatan. Kemudian, pengaturan mengenai kode etik dan kode perilaku petugas pemasyarakatan, serta jaminan perlindungan hak petugas pemasyarakatan untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Sembilan, pengaturan mengenai kewajiban sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan, termasuk sistem teknologi informasi dalam pemasyarakatan pengaturan tentang pengawasan terhadap penyelenggaraan fungsi pemasyarakatan. Ke-10, pengaturan mengenai kerja sama dan peran, serta masyarakat dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan.
"Terakhir, pengaturan mengenai kerja sama dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan," ujar Pangeran.
Ia menjelaskan, saat ini terdapat berbagai kelemahan dan persoalan hukum yang masih dihadapi sistem pemasyarakatan di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah kelebihan kapasitas, kurang layaknya fasilitas, dan lemahnya pengawasan terhadap peredaran barang-barang ilegal.
"Rancangan undang-undang tentang Pemasyarakatan ini dibutuhkan untuk menjawab berbagai persoalan tersebut dan menegaskan kembali peran dan kedudukan sistem pemasyarakatan dalam mendukung pencapaian tujuan dari penegakan hukum," ujar politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu.