Rabu 06 Jul 2022 18:23 WIB

Aliran Dana ACT Capai Rp 1 Triliun Hingga Dugaan Mengalir ke Aksi Terorisme

PPATK menduga ada keuntungan yang diraup dari pengelolaan dana umat di ACT.

Suasana kantor Aksi Cepat Tanggap (ACT) Sulsel di, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (6/7/2022). Pasca merebaknya isu dugaan penyalahgunaan dana donasi yang dikelola lembaga filantropi ACT tersebut berdampak pada penurunan donatur untuk berdonasi dan sumbangan hewan kurban yang menurun mencapai 40 persen serta aktivitas perkantoran terpantau sepi.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Haura Hafizhah, Antara

Terungkapnya gaji besar para petinggi lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) membuat publik terkejut. Gaji Rp 250 juta sebulan bagi pucuk pimpinan ditambah sederet fasilitas mewah menjadi sumber keheranan masyarakat.

Baca Juga

Kegaduhan dugaan penyelewengan donasi oleh ACT berujung pada pencabutan izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) lembaga tersebut. Pemeriksaan terhadap ACT berlanjut oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam penelusurannya PPATK menemukan angka perputaran uang di lembaga ACT mencapai Rp 1 triliun. Dana tersebut mencakup uang yang masuk dan keluar dari ACT selama kurun waktu setahun.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, sudah melakukan kajian data sebelum melontarkan temuan tersebut. "Kami melihat terkait dana masuk dan keluar dari entitas tersebut (ACT) pada periode yang dikaji nilainya luar biasa besar sekitar 1 trilunan per tahun. Bisa dibayangkan itu memang banyak," kata Ivan dalam konferensi pers di kantor PPATK pada Rabu (6/7/2022).

PPATK lantas mendalami terkait dengan bagaimana struktur entitas kepemilikan yayasan ACT sekaligus pengelolaan pendananan. PPATK mengamati ternyata ada kegiatan usaha yang langsung dimiliki oleh pendiri ACT.

"Bahwa entitas yang kita lagi bicarakan beberapa kegiatan usaha yang dimiliki langsung oleh pendirinya. Ada beberapa PT di situ, dan dimiliki oleh pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu termasuk pengurus," ujar Ivan.

Kemudian, Ivan mengungkapkan ada transaksi dilakukan secara masif terkait dengan entitas yang dimiliki oleh pengurus ACT. Bahkan Ivan menduga ada keuntungan yang diraup dari pengelolaan dana umat di ACT.

"Kita menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari business to business (B to B) jadi tidak murni penerima, mengimpun dana, disalurkan. Tapi kemudian dikelola dulu dalam bisnis tertentu dan disitu ada keuntungan," ungkap Ivan.

Oleh karena itu, PPATK terus melakukan penelitian atas temuan itu. Sayangnya ia tak merinci tentang bisnis yang terafiliasi dengan pimpinan ACT itu.

"Sebagai contoh ada entitas perusahaan yang dalam waktu dua tahun itu melakukan transaksi dengan entitas ACT lebih dari Rp 30 miliar. Ternyata pemilik perusahaan terafiliasi dengan pengurus entitas yayasan," sebut Ivan.

Selain itu PATK menemukan pula transaksi keuangan ACT kepada seseorang yang diduga terkait dengan organisasi teroris Alqaidah. "Beberapa nama yang PPATK kaji berdasarkan hasil koordinasi dan hasil kajian dari database yang PPATK miliki itu, ada yang terkait dengan pihak yang ini masih diduga ya, patut diduga terindikasi, yang bersangkutan pernah ditangkap menjadi salah satu dari 19 orang yang ditangkap oleh kepolisian di Turki karena terkait dengan Alqaidah, penerimanya," kata Ivan.

Meski demikian Ivan mengatakan PPATK masih mempelajari apakah transaksi terhadap pihak yang diduga terkait Alqaidah tersebut adalah sebuah kebetulan. "Ini masih dalam kajian lanjut apa ini ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan," ujarnya.

Baca juga : Izin Dicabut Kemensos, ACT Janji Tetap Salurkan Dana yang Terkumpul

Lebih lanjut Ivan mengatakan PPATK turut menemukan aliran dana tidak langsung yang penggunaannya diduga melanggar hukum, namun tidak menjelaskan lebih lanjut soal penggunaan dana tersebut. "Selain itu ada yang lain, secara tidak langsung terkait aktivitas yang memang patut diduga melanggar ketentuan perundang-undangan," kata Ivan.

PPATK menemukan pula beberapa individu di dalam yayasan ACT yang secara individual melakukan transaksi ke beberapa negara. Tujuan pengiriman dana tersebut saat ini masih diteliti lebih lanjut.

"Misalnya salah satu pengurus itu melakukan transaksi pengiriman dana ke periode 2018-2019 hampir senilai Rp 500 juta ke beberapa negara, seperti Turki, Kyrgyzstan, Bosnia, Albania dan India," ujarnya.

Termasuk temuan adanya karyawan ACT mengirimkan dana ke negara yang disebut PPATK berisiko tinggi dalam pendanaan terorisme. Dengan rincian 17 kali transaksi dengan nilai total Rp 1,7 miliar.

Baca juga : PPATK Ungkap Dugaan Transaksi ACT Merembes ke Al Qaeda

Ivan menegaskan temuan tersebut telah disampaikan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti. "Hasil analisis dan informasi sudah kita sampaikan ke aparat penegak hukum terkait, kemudian PPATK harus menghargai langkah penegak hukum dan kami siap terus membantu dan yang paling utama secara proporsional menangani kasus ini dari sisi PPATK dan berupaya melindungi kepentingan publik," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement