REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito melaporkan bahwa Indonesia telah mencapai kenaikan kasus positif hingga 620 persen. Wiku dalam konferensi pers daring diikuti di Jakarta, Jumat (1/7/2022), mengatakan kenaikan kasus positif Covid-19 secara nasional, terhitung hingga 28 Juni 2022, juga diikuti kenaikan di tingkat global oleh sejumlah negara, setelah sempat mempertahankan penurunan kasus yang cukup lama.
Dia mengatakan perkembangan di setiap negara dapat berbeda-beda karena karakteristik dan pola pengendalian Covid-19 di negara tersebut. "Jika diurutkan berdasarkan persentase kenaikan kasus positif mingguan tertinggi yaitu Indonesia menjadi yang paling signifikan kenaikannya yaitu naik 620 persen dalam 28 hari," ujar Wiku.
Angka tersebut disusul dengan Bangladesh mengalami kenaikan 500 persen dalam 22 hari, Inggris naik 380 persen dalam 23 hari, Italia naik 241 persen dalam 25 hari, Jerman 209 persen dalam 22 hari, Singapura naik 116 persen dalam 18 hari, Malaysia naik 49 persen dalam 19 hari dan Amerika Serikat naik 14 persen dalam 8 hari.
"Hal ini penting menjadi perhatian, karena dengan meningkatnya kembali kasus pada beberapa negara tersebut. Artinya kita perlu kembali waspada dan ini membuktikan bahwa Covid-19 masih ada," ujar Wiku.
Wiku mengatakan di Indonesia sendiri selama 2 hari berturut-turut kasus harian terus berada di atas angka 2.000 kasus. Meskipun angka ini terbilang tidak besar jika dibandingkan dengan angka pada berbagai puncak kasus yang telah dilewati, namun tetap perlu segera ditekan, agar tidak semakin bertambah, terlebih kasus positif di Indonesia.
Berkaca pada grafik kasus per bulan di tahun 2021 di bulan yang sama dengan sekarang yaitu Mei hingga Juni, terjadi kenaikan sebesar lebih dari 200.000 kasus, yaitu dari 153.000 menjadi 356.000 kasus selama dua bulan. Angka tersebut mencapai puncak di bulan Juli 2021 sebesar total penambahan lebih dari 1 juta kasus selama bulan Juli 2021.
Wiku mengatakan perlu diingat bahwa di tahun lalu karena ini baru mengalami penurunan setelah tiga bulan, kenaikan kasus terjadi pasca Idul Fitri dan Idul Adha dan juga diperkuat dengan periode libur anak sekolah. Di tahun ini kabar baiknya adalah angka pada periode bulan yang sama terbilang jauh lebih kecil dibandingkan tahun lalu.
Jika di tahun lalu mencapai 350 kasus dalam satu bulan, di tahun ini di bulan Juni hanya sebesar 31.000 kasus bulanan angka di bulan lalu, yaitu bulan Mei bahkan lebih kecil lagi yaitu hanya 8.000 kasus bulanan. "Di satu sisi, angka yang rendah tersebut jika dibandingkan dengan tahun lalu menunjukkan bahwa kita semakin resilien dan terus memperbaiki situasi ke arah yang lebih baik. Namun di sisi lain kita harus waspada, karena adanya kenaikan lebih dari 23.000 kasus dalam satu bulan, menandakan bahwa tingkat penularan di tengah masyarakat semakin meluas, ditambah lagi di tahun lalu bulan Juli menjadi puncak kasus tertinggi hingga lebih dari satu juta kasus dalam satu bulan," ujar Wiku.
Menurut dia, hal itu perlu diwaspadai karena saat ini merupakan periode libur anak sekolah dan cenderung meningkatkan mobilitas masyarakat ke tempat-tempat wisata. Selain itu aktivitas masyarakat tentunya juga meningkat menjelang Idul Adha.