Selasa 28 Jun 2022 19:12 WIB

Pakar: Polisi Tetap Harus Proses Kasus Pelecehan Anak di Mal

Pakar psikologi forensik mendesak polisi tetap memproses kasus pelecehan anak di mal.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mendesak polisi tetap memproses kasus pelecehan anak di mal.
Foto: NET
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mendesak polisi tetap memproses kasus pelecehan anak di mal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden dugaan pelecehan seksual terhadap anak di Mal Bintaro Xchange, Pondok Aren, yang diunggah seorang netizen melalui akun media sosial Tik Tok, akhirnya mendapat sorotan publik. Pelaku yang diduga melakukan pelecehan seksual sempat diperiksa polisi di Polres Tangerang Selatan, namun kasus tersebut tidak berlanjut ke pemeriksaan selanjutnya.

Alasan Polres Tangerang Selatan, pelaku diduga mengalami gangguan mental, dan pihak keluarga korban juga sudah memaafkan. Namun menurut pakar, polisi seharusnya tidak hanya menghentikan kasus tersebut begitu saja, karena mengingat hal ini terkait keselamatan anak dari kejahatan seksual di tempat umum.

Baca Juga

Psikolog Forensik Reza Indragiri mengatakan tidak setiap kasus hukum terkait gangguan kewarasan berhenti berkat pasal 44 ayat 1. Sedangkan, menurut dia, ada Pasal 44 ayat 2: proses hukum bisa lanjut sampai ke pengadilan.

"Kenapa pelaku bisa berada di tempat umum dan melakukan tindakan bahaya terhadap anak-anak? Apa rekomendasi pihak rumah sakit? Apa sikap keluarga (penanggung jawab) pelaku? Ini penting karena berdasarkan pasal 491 pihak-pihak yang tidak merawat orang yang dianggap tidak waras, lalu orang tersebut melakukan kebahayaan terhadap orang lain, maka pihak penanggung jawab bisa dipidana," papar Reza kepada wartawan, Selasa (28/6/2022).

Ia lalu mengkritisi soal ihwal mediasi, yang dilakukan antara pihak pelaku dan keluarga korban. Menurut dia saat Kanit PPA Polres Tangsel menyebut 'dimediasi', apa yang sesungguhnya yang dimaksudkan. Karena proses mediasi mensyaratkan kesediaan dua pihak (pelaku dan korban) untuk dimediasi.

"Kalau pelaku disebut kurang waras, bagaimana cara polisi memediasi orang kurang waras. Tahukah orang kurang waras, dan setujukah ia, bahwa ia akan dimediasi?," imbuhnya.

Dan ia juga mempertanyakan mengapa polisi mengandalkan laporan korban. Padahal ini bisa saja bukan delik aduan. Andai dipakai dalih delik aduan, demi anak-anak (korban), ia menilai polisi bikin saja laporan sendiri pakai model polisi tipe A.

Karena itu, Reza berharap kasus seperti ini, polisi bisa lebih cermat. Jangan sampai potensi pencegahan kejahatan seksual anak seharusnya bisa dicegah, namun karena alasan lain yang belum sepenuhnya didalami membuat kasus ini selesai dengan cara kekeluargaan. "Ayo, bantu PPA agar bisa membantu kita," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement