REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lilis Sri Handayani, Deddy Darmawan
Kebijakan pemerintah untuk menerapkan penggunaan aplikasi PeduliLindungi dalam pembelian minyak goreng (migor) curah, dikeluhkan oleh pembeli maupun pedagang pasar. Selain merepotkan, stok migor curah saat ini juga dinilai cukup tersedia.
"Ribet,’’ tukas Warnadi (43), seorang warga Indramayu, saat ditemui sedang membeli migor curah di salah satu kios di Pasar Daerah Indramayu, Senin (27/6/202).
Pria yang sehari-hari berjualan pecel lele Lamongan itu mengatakan, setiap hari biasa membeli migor curah sebanyak 10 – 15 kilogram di kios langganannya. Dia pun mengaku repot jika harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi setiap kali berbelanja migor curah.
Warnadi mengaku memiliki aplikasi PeduliLindungi pada ponselnya. Namun dia berharap, penggunaan aplikasi tersebut tidak diterapkan untuk pembelian migor curah.
Hal senada diungkapkan salah seorang pedagang kelontong di Pasar Daerah Indramayu, Juharni Fajri (34). Dia pun mengaku keberatan jika aplikasi PeduliLindungi harus diterapkan dalam penjualan migor curah.
"Melayani pembeli saja sudah repot, apalagi kalau satu-satu harus pakai aplikasi PeduliLindungi. Ribet," tukas Juharni.
Tak hanya itu, lanjut Juharni, para pembeli di pasar tradisional kebanyakan berasal dari kalangan menengah kebawah. Menurutnya, tidak semua pembeli yang datang ke pasar tradisional itu memiliki ponsel Android.
Selain itu, banyak juga di antara pembeli yang berusia lanjut dan tidak paham menggunakan aplikasi tersebut. Bahkan, ada juga pembeli yang tidak bisa baca tulis.
Untuk itu, Juharni berharap, pemerintah tidak perlu menerapkan kebijakan seperti itu. Apalagi, saat ini migor curah bisa didapatkan dengan mudah dan stoknya pun cukup banyak.
"Kalau dulu waktu zaman minyak goreng susah, orang mungkin mau disuruh pakai aplikasi karena mereka butuh. Tapi sekarang kan minyak goreng sudah banyak," tutur Juharni.
Juharni menyebutkan, biasa memperoleh pasokan migor curah dari salah satu agen sebanyak satu drum berkapasitas 180 kilogram. Stok migor curah itu biasanya habis terjual dalam waktu lima hari.
Jika stok migor curah habis, maka agen akan langsung mendatangkan stok kembali. "Dulu saat susah dapat minyak, saya harus membayar cash untuk dapat minyak. Tapi kalau sekarang bahkan diutangi (oleh agen). Berarti kan stoknya banyak," cetus Juharni.
Juharni menyebutkan, membeli migor curah dari agen dengan harga Rp 13.400 per kilogram. Migor curah itu kemudian dijual kepada konsumennya dengan harga Rp 15 ribu per kilogram.
Selain migor curah, lanjut Juharni, pasokan migor kemasan juga tersedia dengan jumlah cukup dan harganya sudah turun. Untuk ukuran satu liter, migor kemasan dijualnya seharga Rp 21 ribu. Sedangkan yang ukuran dua liter, dijual seharga Rp 41 ribu – Rp 43 ribu, tergantung mereknya.
Ketika ditanyakan mengani sosialisasi dari instansi terkait mengenai penggunaan aplikasi PeduliLindungi untuk penjualan migor curah, Juharni mengaku belum memperolehnya. "Sosialisasi dari dinas belum ada," cetus Juharni.
Namun, Juharni mengakui, pernah ada salah satu distributor yang menawarinya untuk menerapkan aplikasi PeduliLindungi pada konsumennya yang membeli migor curah. Namun, tawaran itu ditolaknya karena dinilai merepotkan, baik baginya maupun bagi konsumennya.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri, menuturkan, kebijakan penerapan aplikasi PeduliLindungi hanya akan menyulitkan konsumen migor curah dan membingungkan pedagang di pasar tradisional. Padahal, banyak kendala di lapangan yang belum teratasi secara tuntas.
"Ini buat pusing pedagang, kami bantu sosialiasi juga pusing. Jujur saja, kami itu sudah capek," kata Mansuri kepada Republika, Ahad (26/6/2022).
Ia mengungkapkan, menjual migor curah dari program pemerintah seharga Rp 14 ribu per liter tidak memberikan keuntungan besar. Hanya Rp 1.000 per liter. Namun, syarat yang harus dipenuhi menyulitkan pedagang.
Selain itu, jika terdapat data volume penjualan yang tak sesuai, pedagang tak akan mendapatkan lagi pasokan dari distributor yang ditunjuk pemerintah.
"Sekitar 11,7 persen pedagang kami yang menjual minyak goreng curah itu sudah tidak berjualan lagi karena syarat terlalu ribet. Sudah nyerah," katanya menambahkan.
Menurutnya, sistem penjualan saat ini yang menggunakan KTP saja sudah cukup memberikan pekerjaan tambahan bagi pedagang dan konsumen. Ikappi menilai, kementerian teknis yang menyusun kebijakan kurang melihat kondisi riil.