REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian berharap, jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dapat membantu mencegah potensi konflik dan penyaluran logistik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Menurut dia, peran tersebut dibutuhkan karena TNI memiliki jaringan luas untuk menjaga keamanan dan mengendalikan potensi konflik.
Tito mengatakan, dukungan TNI di bidang penyaluran logistik Pemilu dibutuhkan karena TNI memiliki banyak sarana dan prasarana, baik di udara, laut, maupun darat. Dukungan tersebut dibutuhkan karena waktu penyediaan logistik sangat singkat.
Tito menyampaikan, tanpa dukungan TNI pendistribusian itu akan sulit berjalan cepat, mengingat kondisi geografis Indonesia yang begitu luas. "Karena itu (dukungan) distribusi logistik dari rekan TNI dan Polri seperti tahun-tahun sebelumnya di masa-masa sebelumnya sangat diperlukan," ucap dia saat memberi ceramah pada kegiatan Apel Komandan Satuan (AKS) TNI AD Terpusat Tahun Anggaran 2022 pada Kamis kemarin dikutip siaran persnya, Jumat (24/6/2022).
TNI juga perlu mewaspadai sejumlah potensi persoalan pada tahapan pemilu. Tito menjelaskan, Indonesia akan menggelar Pemilu serta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak nasional pada tahun yang sama.
Hari pemungutan suara Pemilu telah disepakati yakni 14 Februari 2024, sementara hari pemungutan suara Pilkada berlangsung 27 November 2024. "Pilkadanya pertama kali serempak di 541 daerah kecuali tadi gubernur (dan) wakil gubernur DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta)," ujar Tito.
Selain itu, Mendagri mengatakan, tak lama lagi tahapan pendaftaran partai politik sebagai peserta Pemilu akan berlangsung. Menurutnya, kondisi ini akan membuat suhu politik kian meningkat karena kandidat mulai menghimpun basis massa.
Hal tersebut akan terus berlanjut jika Pemilu digelar dalam dua putaran karena tidak ada kandidat yang berhasil meraih suara 50 persen plus satu. "Nah sehingga rekan-rekan sekalian memang ada beberapa problema yang perlu kita waspadai," tutur Tito.
Mendagri menuturkan, tak sedikit masyarakat yang masih bersifat pragmatis dan belum memahami esensi demokrasi. Sikap ini akan berpengaruh terhadap maraknya praktik politik uang.
Padahal, tutur Tito, praktik tersebut akan mengurangi nilai demokrasi, bahkan menjadi potensi konflik. Belajar dari Pemilu sebelumnya, pesta demokrasi tersebut rawan menimbulkan polarisasi, politik identitas, dan maraknya berita bohong, sehingga dibutuhkan upaya untuk mengendalikan situasi tersebut.
"Perlu ada semacam cooling system, sistem untuk mendinginkan, perbedaan potensi konflik pasti akan ada, yang kita cegah adalah jangan sampai potensi itu menjadi konflik kekerasan yang menghancurkan antara anak bangsa," ucap Tito.
Pengendalian tersebut, lanjut Mendagri, salah satunya membutuhkan peran dari jajaran TNI termasuk Polri. Hal ini dilakukan salah satunya dengan memetakan daerah yang memiliki kerawanan konflik dan dukungan pasukan dapat disesuaikan berdasarkan tingkat kerawanan tersebut.