REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo menilai rencana pemberian cuti enam bulan bagi ibu dalam Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) akan sangat bermanfaat. Menurut dia, manfaat itu akan didapatkan mulai dari persiapan kelahiran, pemulihan kesehatan ibu, hingga pemberian ASI bagi bayi.
"Pertimbangan cuti enam bulan itu kalau kita lihat dari sisi manfaatnya memang sangat, sangat, sangat bermanfaat," kata Hasto dalam diskusi dengan media secara daring, Selasa (21/6/2022).
Menurut dia, berdasarkan data yang ada, angka kematian ibu, kematian bayi, kelahiran prematur, hingga angka stunting di Indonesia saat ini masih cukup tinggi. Menurut dia, masalah seperti itu timbul karena ketidaksuksesan dalam mengawal proses kehamilan dan persalinan hingga 1.000 hari kehidupan pertama.
"Jadi kalau cuti enam bulan itu diberikan memang kita bisa mengamankan umur kehamilan sejak sebulan sebelum melahirkan ya. Empat pekan sebelum melahirkan, mulai pekan ke-36, 37, 38, 40," kata Hasto.
Hasto menerangkan, apabila seorang ibu hamil sudah mendekati persalinan dan memiliki aktivitas yang terlalu berat, maka dapat menyebabkan pecahnya ketuban sebelum waktunya. Hal-hal seperti itu juga dapat dihindari apabila kebijakan tersebut nantinya dijalankan.
Dia juga menuturkan, pascapersalinan seorang perempuan membutuhkan masa nifas selama 42 hari atau 1,5 bulan. Dalam masa hamil pun ibu hamil mengalami hemodilusi, kondisi di mana darahnya lebih encer dari biasanya.
Kondisi itu baru dapat betul-betul kembali seperti sedia kala, dalam keadaan tidak kekurangan darah, idealnya hingga enam bulan. "Jadi, dukungan terhadap kondisi ibu dan bayi itu di antaranya untuk ASI, untuk pemulihan kesehatan ibunya, kemudian untuk persiapan melahirkannya. Saya kira batasan-batasan ini clear karena ada ukuran-ukuran waktu yang secara biologis tidak bisa ditawar. Memang patokannya itu," kata dia.