REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memberikan Penghargaan Kependudukan (United Nations Population Award) kepada Indonesia karena telah memberikan kontribusi luar biasa dan kesadaran terhadap isu kependudukan serta solusi yang telah dilakukan. Hal itu membuat BKKBN terpacu dan berkomitmen untuk lebih giat melaksanakan program-program keluarga berencana guna mencegah kematian ibu dan bayi akibat kelahiran yang tidak direncanakan.
Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo mengatakan, BKKBN juga berkomitmen mempercepat penurunan prevalensi stunting yang ditargetkan 14 persen pada 2024 melalui program-program Keluarga Berencana. “Gerakan pemberdayaan dan edukasi yang sifatnya massif dilakukan untuk mempertahankan angka CPR 57 persen (Contraceptive Prevalence Rate/rata-rata pemakaian kontrasepsi) di masa pandemic Covid-19,” kata Hasto di Jakarta, Selasa (14/6/2022).
Menurut Hasto, BKKBN juga berkomitmen menurunkan angka total fertility rate (TFR) dari 2,46 sebelum pandemi menjadi 2,24 setelah dua tahun masa pandemi.
“Kami fokus kepada pembangunan keluarga, baik secara kualitas maupun kuantitas untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak serta mempercepat penurunan prevalensi stunting,” kata Hasto.
Pemimpin delegasi Indonesia yang juga Deputi Lalitbang BKKBN, Rizal Damanik mengatakan, keberhasilan BKKBN mendapatkan United Nations Population Award 2022 merupakan bukti bahwa perkembangan serta pelaksanaan program KB dan Kependudukan di Indonesia masih mendapatkan dukungan dari dunia Internasional.
“Penghargaan ini kita dedikasikan untuk para pejuang kependudukan Indonesia terutama PKB dan PLKB untuk dedikasi dan kerja keras di lapangan. Terakhir dari Kota New York di Amerika, saya sampaikan dalam bahasa Indonesia, Salam BKKBN, Berencana itu Keren!,” kata Damanik.
Penghargaan ini juga merupakan pengakuan Internasional atas kontribusi luar biasa BKKBN dalam meningkatkan kesadaran dan merancang solusi untuk masalah kependudukan. Sebelumnya, Hasto mengatakan, penghargaan itu merupakan buah dari kerja keras dan dukungan dari pemerintah.
Menurut Hasto, BKKBN berhasil menerapkan program Keluarga Berencana. Angka kelahiran berhasil diturunkan secara tajam, dari 5,6 menjadi 2,2 kelahiran per perempuan selama 1970 hingga tahun 2000.
"Penurunan angka kelahiran ini memperlambat laju pertumbuhan penduduk dan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur sehingga meningkatkan standard hidup masyarakat," jelas Hasto.
Menurut Hasto, dampak nyata dari program tersebut adalah bonus demografi yang diraih Indonesia saat ini. Bonus demografi berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan, di mana jumlah penduduk yang produktif lebih banyak ketimbang penduduk yang tidak produktif.
Perubahan struktur usia kerja juga terjadi di mana jumlah usia kerja muda meningkat drastis sehingga mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penurunan angka kelahiran juga berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan kaum wanita yang ikut terlibat dalam pekerjaan.
"Kalau anaknya banyak, perempuan tidak sempat lagi ikut bekerja membantu penghasilan keluarga, tetapi hanya mengurusi anaknya yang banyak," jelas Hasto.
Tambahan pendapatan dari kaum perempuan itu digunakan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan hidup seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, sekolah, dan kesehatan.
Program Keluarga Berencana yang dijalankan BKKBN juga berhasil mengendalikan laju pertumbuhan penduduk dengan menekan angka kelahiran hampir sebanyak 100 juta kelahiran.
Berdasarkan proyeksi angka kelahiran 1971, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 diperkirakan sebanyak 326 juta jiwa. Namun dengan program KB, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 sebesar 237,6 juta jiwa.
Menurut Hasto, pertumbuhan penduduk yang terkendali berdampak kepada naiknya Gross Nation Product (GNP) penduduk per kapita dan menurunkan tingkat kemiskinan, di mana pada 1970 persentase kemiskinan sebesar 40 persen dan saat ini turun menjadi 11 persen.
Angka harapan hidup warga Indonesia selama 30 tahun terakhir juga meningkat. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan persentase penduduk yang berusia lanjut. Persentase penduduk usia lanjut meningkat dua kali lipat selama periode 1971-2021, yakni 9,92 persen menjadi 26 juta jiwa.