Sabtu 18 Jun 2022 23:29 WIB

PB HMI Sebut RKUHP Berpotensi Hambat Demokratisasi

Beberapa pasal di RKUHP disebut akan mengancam kebebasan berekspresi

Ketua Umum PB HMI, Raihan Ariatama, menyatakan beberapa pasal di RKUHP disebut akan mengancam kebebasan berekspresi.
Foto: Dok Istimewa
Ketua Umum PB HMI, Raihan Ariatama, menyatakan beberapa pasal di RKUHP disebut akan mengancam kebebasan berekspresi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), Raihan Ariatama, menilai beberapa pasal dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat menghambat demokratisasi di Indonesia. 

Dalam draf RKUHP versi September 2019 yang dapat diakses publik, terdapat beberapa pasal kontroversial yang dinilai akan mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi. 

Baca Juga

Ia memberi contoh seperti Pasal 218 tentang penghinaan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah. 

Pasal 273 tentang pidana bagi demonstran yang tidak melakukan pemberitahuan dan menimbulkan keonaran dan Pasal 353 dan 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. 

"Pasal-pasal tersebut mengandung multitafsir dan sangat berpotensi disalahgunakan untuk membungkam kritik dan mempidanakan para aktivis yang menyuarakan kiritiknya, baik itu melalui aksi demonstrasi maupun melalui sarana teknologi informasi seperti media sosial," kata Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama, Sabtu (18/6/2022) dalam keterangan tertulisnya.

Seperti diketahui, pembahasan RKUHP akan dimulai kembali melalui rapat Komisi III DPR dengan Pemerintah pada 25 Mei 2022.

Menurut Raihan, semangat dekolonisasi yang menjadi landasan pembahasan RKUHP harus dilaksanakan secara komprehensif.

"Pasal-pasal penghinaan terhadap pemerintah dan pasal pidana untuk demonstran tersebut kan warisan kolonial. Penghinaan memiliki makna yang sangat luas, yang bisa disalahgunakan untuk mempidanakan para aktivis yang mengkritik kebijakan pemerintah," ujar Raihan.

Padahal, menurut Raihan, kritik itu menyehatkan demokrasi dan merupakan bagian dari checks and balances dalam negara demokrasi. Lebih lanjut, Raihan meminta pemerintah dan DPR untuk tidak tergesa-gesa dalam membahas RKUHP.

"Publik harus benar-benar dilibatkan. Protes keras publik terhadap pembahasan RKUHP pada 2019 seharusnya menjadi concern Pemerintah dan DPR dalam membahas RKUHP kali ini. Apalagi, sampai saat ini, publik masih belum dapat mengakses draf RKUHP terbaru," kata dia. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement