Rabu 15 Jun 2022 17:30 WIB

Pemerintah Dituding Lamban Ketika Kerugian Akibat PMK Sudah Mencapai Rp 254 M

Ombudsman menyatakan kerugian peternak karena PMK harus menjadi perhatian pemerintah.

Pedagang menuggu pembeli daging sapi di Pasar Prawirotaman, Yogyakarta, Rabu (15/6/2022). Pedagang mengeluhkan turunnya pembeli daging sapi imbas adanya wabah penyakit PMK pada hewan ternak. Sehingga pedagang mengurangi stok daging sapi untuk berjualan. Sementara itu, untuk harga daging sapi masih stabil di Rp 130 ribu per kilogramnya.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pedagang menuggu pembeli daging sapi di Pasar Prawirotaman, Yogyakarta, Rabu (15/6/2022). Pedagang mengeluhkan turunnya pembeli daging sapi imbas adanya wabah penyakit PMK pada hewan ternak. Sehingga pedagang mengurangi stok daging sapi untuk berjualan. Sementara itu, untuk harga daging sapi masih stabil di Rp 130 ribu per kilogramnya.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Iit Septyaningsih, Amri Amrullah, Antara

Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak berkuku belah dinilai belum terkendali. Ombudsman RI melihat pemerintah lamban dalam pengendalian dan penanggulangan wabah PMK. Lembaga pengawas pelayanan publik itu mendorong pemerintah segera mempercepat proses vaksinasi ternak agar wabah PMK tidak semakin menyebar dan menambah kerugian peternak.

Baca Juga

 

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyatakan, terdapat dugaan kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh pejabat otoritas veteriner terkait, kepala daerah terkait, dan menteri pertanian dalam pengendalian sekaligus penanggulangan penyakit hewan. Hal itu berdasarkan alur yang telah ditetapkan sebagaimana mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dengan perubahan sebagaimana Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014, serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan.

 

“Sehingga berdampak pada meledak dan meluasnya penyebaran PMK. PMK menyebabkan kematian ternak dan penurunan produktivitas ternak yang berdampak terhadap kerugian ekonomi yang menimpa peternak,” tegas Yeka dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (15/6/2022).

 

Ia menambahkan, pemerintah mempunyai kewajiban hukum dalam melindungi peternak. Menurut dia, lambannya pemerintah dalam penanggulangan dan pengendalian PMK sama artinya dengan pengabaian kewajiban hukum dalam melindungi peternak.

“Ombudsman menyarankan agar Kementerian Pertanian bersikap profesional, menjalankan semua tugas dan kewenangannya dalam melakukan penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Sekaligus membangun koordinasi dan jejaring lintas stakeholder dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit PMK,” tuturnya.

 

Berdasarkan data pada website siagapmk.id per 14 Juni 2022, jumlah sisa kasus atau belum sembuh sebanyak 113.584 ekor dan yang telah divaksinasi 33 ekor. Berdasarkan data tersebut, Ombudsman melakukan simulasi kerugian peternak diprediksi mencapai Rp 254,45 miliar.

 

Dalam waktu dekat, Yeka mengungkapkan Ombudsman akan menyampaikan surat kepada Menteri Pertanian dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna mendorong percepatan penanganan dan penanggulangan wabah PMK. Salah satunya dengan pendistribusian vaksinasi ternak.

Ia menyampaikan, kerugian para peternak harus menjadi perhatian pemerintah. Kemudian harus dibangun sistem penggantian rugi hewan ternak yang sakit maupun yang mati.

Data Ombudsman menemukan peternak sapi berpotensi rugi Rp 254,45 miliar akibat PMK. Potensi kerugian itu terhitung dalam waktu tujuh pekan terakhir sejak wabah penyakit tersebut ditemukan pertama kali di Gresik, Jawa Timur.

Berdasarkan data Kementan yang diolah Ombudsman, jumlah sapi sakit mencapai 113.584 ekor dengan taksiran kerugian rata-rata menembus Rp 500 ribu untuk biaya pengobatan. Sehingga kerugian masyarakat diperkirakan mencapai Rp 59,79 miliar.

Kemudian sapi yang sudah sembuh, nilai harga jualnya turun karena kurang produktif. Maka, potensi kerugiannya sebesar Rp 4 juta per ekor.

Jumlah sapi sembuh sebanyak 43.583 ekor dengan proyeksi kerugian masyarakat Rp 174,33 miliar. Berikutnya, sapi potong bersyarat yang berjumlah 1.093 ekor pun harganya menurun sekitar Rp 6 juta per ekor, sehingga potensi kerugian masyarakat Rp 6,56 miliar.

Adapun sapi mati telah mencapai 765 ekor dengan berat rata-rata 300 kilogram per ekor dengan harga daging Rp 60 ribu per kilogram. Kerugiannya diperkirakan Rp18 juta per ekor, sehingga kerugian masyarakat sampai Rp 13,77 miliar. Yeka menuturkan, valuasi ini penting supaya pemerintah memiliki kepekaan terhadap kerugian yang dialami oleh para peternak sapi di berbagai daerah.

Ombudsman juga meminta transparansi anggaran Rp 4,4 triliun untuk mengatasi PMK. Berdasarkan hasil rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Pertanian pada 13 Juni 2022 lalu, parlemen setuju terhadap usulan pemerintah terkait kebutuhan anggaran tahun ini untuk penanganan penyakit mulut dan kuku senilai Rp 4,4 triliun.

Anggaran itu akan digunakan untuk vaksin, obat-obatan, disinfektan, penggantian ternak mati, dan operasional pendukung lainnya. Dalam upaya menangani penyakit itu, Kementerian Pertanian juga mengambil langkah kebijakan impor vaksin bivalen dari Prancis sebanyak 3 juta dosis yang akan disalurkan secara bertahap.

Yeka mengaku ironis bila kondisi darurat ini justru dibumbui dengan kepentingan-kepentingan yang tidak patut. Ia pun mempertanyakan alasan pemerintah yang mengimpor vaksin dari Prancis.

"Ombudsman mendesak keterbukaan dalam proses ini. Mengapa kita harus mengimpor vaksin dari Prancis? Mengapa harus bivalen?" kata Yeka.

Ombudsman menduga ada kelalaian dan pengabaian kewajiban hukum oleh pejabat otoritas veteriner, kepala daerah, dan menteri pertanian dalam mengendalikan serta menanggulangi penyakit hewan, sehingga meningkatkan angka penyebaran penyakit mulut dan kuku di Indonesia. "Pemerintah mempunyai kewajiban hukum dalam melindungi hewan ternak. Lambannya pemerintah dalam penanggulangan dan pengendalian PMK sama artinya dengan pengabaian kewajiban hukum dalam melindungi hewan ternak," pungkas Yeka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement