Kamis 09 Jun 2022 21:48 WIB

Pukat: Kasus Haryadi Jadi Awal Membersihkan Yogyakarta dari Korupsi

KPK diminta membongkar potensi korupsi dari perizinan bangunan lain di Yogya.

Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti memasuki ruangan konferensi pers dengan menggunakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). KPK resmi menahan mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti bersama tiga orang lainnya serta mengamankan barang bukti berupa uang sebesar USD 27.258 dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.
Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti memasuki ruangan konferensi pers dengan menggunakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022). KPK resmi menahan mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti bersama tiga orang lainnya serta mengamankan barang bukti berupa uang sebesar USD 27.258 dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) berharap kasus suap perizinan pendirian bangunan apartemen yang menjerat mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS) menjadi awal KPK membersihkan Yogyakarta dari korupsi. Suap IMB diduga bukan satu-satunya kecurangan yang dilakukan Haryadi selama menjabat.

"Ini tidak sebagai satu-satunya (pengungkapan kasus korupsi), tetapi ini menjadi awal membersihkan Yogyakarta dari tindak pidana korupsi yang sangat akut dan juga pembangunan yang 'ugal-ugalan' tanpa memperhatikan aspek lingkungan," ujar peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Kamis (9/6/2022).

Baca Juga

Untuk membersihkan Yogyakarta dari korupsi, menurut Zaenur, lembaga antirasuah itu perlu membongkar potensi korupsi dalam proses perizinan bangunan-bangunan lain. Termasuk perhotelan selama Haryadi Suyuti masih menjabat wali kota.

"Perlu membongkar perizinan lainnya, sebanyak 104 (perizinan hotel) itu di Kota Yogyakarta dan juga melihat kemungkinan adanya tindak pidana. Itu tugas KPK untuk mencarinya," katanya.

Salah satu metode yang bisa digunakan KPK untuk membongkar potensi korupsi itu, menurut dia, adalah dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Itu bisa membongkar aliran dana. Selama ini mendapatkan penerimaan dari siapa saja dan mengalir ke mana saja sehingga bisa dikejar lebih lanjut agar bisa kebongkar juga yang lain-lain," ucap Zaenur.

Berdasarkan penelitian Pukat UGM terhadap kasus-kasus korupsi yang ditangani KPK, menurut Zaenur, biasanya seorang tersangka korupsi ditangkap setelah kesekian kali menerima suap atau gratifikasi. "Jarang orang baru pertama menerima (suap atau gratifikasi) langsung dia ketangkap KPK, itu jarang," ungkap Zaenur.

KPK, lanjut dia, telah berpengalaman mengusut kasus korupsi berskala besar yang mulanya terlihat kecil. "KPK punya banyak pengalaman untuk mengungkap kasus korupsi dari awalnya adalah OTT receh menjadi kasus yang sangat kompleks," ucapnya.

Selain membongkar potensi korupsi lainnya, Pukat UGM berharap KPK memanfaatkan momentum pengungkapan kasus suap mantan Wali Kota Yogyakarta itu untuk menggencarkan program pencegahan korupsi. "Ini saat yang paling baik untuk KPK membuat program-program pencegahan di Yogyakarta pascapenindakan sehingga ke depan tidak terjadi lagi, tidak ada pengulangan," kata Zaenur menambahkan.

Senada dengan Pukat UGM, aktivis Warga Berdaya dan Jogja Ora Didol Dodok Putra Bangsa berharap KPK dapat melakukan penyelidikan terhadap perizinan bangunan yang diterbitkan sejak 2012 hingga 2022 atau selama masa jabatan Haryadi Suyuti. "Ini adalah awal, pecah telur itu adalah awal. Kami minta KPK tidak bosan 'main-main' ke Yogyakarta," ujar warga Kampung Miliran, Kota Yogyakarta itu.

KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan perizinan pendirian bangunan apartemen di wilayah Pemkot Yogyakarta, salah satunya mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS). Haryadi ditetapkan sebagai tersangka selaku penerima suap bersama dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Yogyakarta Nurwidhihartana (NWH), dan Triyanto Budi Yuwono (TBY) selaku sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi. Seorang tersangka lain selaku pemberi suap ialah Oon Nusihono (ON) Vice President Real Estate PT Summarecon Agung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement