Rabu 08 Jun 2022 18:23 WIB

Mudahnya Pengunduran Diri Pj Bupati Menambah Kisruh Penunjukan Penjabat Kepala Daerah

Penunjukan penjabat kepala daerah dinilai minim keterbukaan informasi.

Suasana pelantikan lima penjabat gubernur yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian (kedua kiri) di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Mendagri Tito Karnavian?melantik lima penjabat gubernur, yaitu Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasna Perbatasan di Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP)?Paulus Waterpauw?sebagai Pj. Gubernur Papua Barat,?Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar sebagai Pj. Gubernur Banten, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik sebagai Pj. Gubernur Sulawesi Barat, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin sebagai Pj. Gubernur Bangka Belitung, serta Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Hamka Hendra Noer sebagai Pj. Gubernur Gorontalo.
Foto:

Sejumlah isu memang menyelimuti proses pengisian penjabat kepala daerah. Hari ini, Indonesia Corruption Watch (ICW) melayangkan surat keberatan kepada Mendagri. Surat keberatan ini merupakan tindak lanjut atas diabaikannya permintaan informasi mengenai dokumen aturan teknis dan proses pengisian penjabat (pj) kepala daerah yang dikirimkan ICW pada 17 Mei 2022 lalu.

"Kami mendesak Mendagri untuk menjawab surat permintaan informasi ICW dan menerapkan prinsip keterbukaan dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah," ujar Kepala Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu.

Padahal, kata dia, hal tersebut wajib dan penting dilakukan apabila Kemendagri ingin menunjukkan komitmennya dalam mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi yang berlandaskan hukum. Menurutnya, setelah 10 hari kerja usai permintaan informasi diajukan, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemendagri tidak memberikan tanggapan kepada ICW sebagai pemohon informasi.

Hal itu menunjukkan PPID Kemendagri telah mengabaikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Pasal 22 ayat (7) UU KIP menyebutkan, badan publik wajib memberikan pemberitahuan tertulis sejak diterimanya permintaan informasi.

Karena itu, berlandaskan Pasal 35 ayat (1) huruf c UU KIP, ICW mengajukan keberatan tertulis kepada Kemendagri karena tidak ditanggapinya permintaan informasi. Egi menilai, informasi yang ICW mohonkan krusial untuk dibuka guna menjamin terselenggaranya pemerintahan demokratis berdasarkan hukum.

Dokumen peraturan teknis dan dokumen pengangkatan dalam proses seleksi penjabat kepala daerah penting untuk dibuka. Dia menjelaskan, keterbukaan ini dilakukan agar publik mengetahui secara jelas syarat yang wajib dipenuhi oleh calon penjabat kepala daerah, rekam jejak, potensi konflik kepentingan, serta mekanisme penjaringan dan penentuan calon penjabat kepala daerah dilakukan.

ICW mencatat, hingga saat ini sudah ada 35 penjabat kepala daerah yang dilantik sebagai penjabat gubernur/bupati/wali kota. Seorang perwira tinggi TNI yang masih aktif yakni Brigjen Andi Chandra As’Aduddin bahkan ditunjuk sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat.

"Kami menilai bahwa pengangkatan penjabat kepala daerah tidak hanya berpotensi menghadirkan konflik kepentingan, tapi juga melanggar asas profesionalitas, yang mana keduanya merupakan bagian tak terpisahkan dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)," kata Egi.

Sebelumnya, pada 3 Juni 2022, ICW bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) telah melaporkan Mendagri ke Ombudsman RI. Laporan ini mengenai dugaan maladministrasi berkaitan dengan proses penentuan penjabat kepala daerah yang tidak diselenggarakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif.

"Pelaporan ini kemudian direspons salah satunya oleh pihak dari Kemendagri dengan menyatakan bahwa penunjukan dan pengangkatan penjabat kepala daerah sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Lebih lanjut, penjaringan calon penjabat kepala daerah juga diklaim telah dilakukan sesuai prosedur dan terbuka," tutur dia.

Namun demikian, Egi melanjutkan, hingga saat ini belum ditemukan dokumen-dokumen terkait proses seleksi penjabat kepala daerah maupun aturan turunan lain dari Pasal 201 ayat 10 dan 11 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan nomor 15/PUU-XX/2022 telah mengamanatkan pemerintah untuk membuat peraturan pelaksana agar proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah berjalan demokratis.

"Dibukanya dokumen-dokumen tersebut juga selaras dengan perintah Pasal 11 ayat (1) butir b dan butir c UU KIP yang menyebutkan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi publik setiap saat yang meliputi hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya; dan seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya," ucap Egi.

photo
Ilustrasi Kepala Daerah - (republika/mardiah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement