Jumat 03 Jun 2022 21:01 WIB

Mendagri Dilaporkan ke Ombudsman Terkait Penunjukan Penjabat Kepala Daerah

Koalisi menduga terjadi maladministrasi proses penentuan penjabat kepala daerah.

Rep: Mimi Kartika / Red: Andri Saubani
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) mengucapkan selamat kepada lima penjabat gubernur yang didampingi istrinya usai dilantik di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) mengucapkan selamat kepada lima penjabat gubernur yang didampingi istrinya usai dilantik di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS),  Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melaporkan menteri dalam negeri (mendagri) ke Ombudsman Republik Indonesia atas proses penunjukan penjabat (pj) kepala daerah. Mereka menduga terjadi maladministrasi dalam proses penentuan penjabat kepala daerah yang tidak diselenggarakan secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. 

"Tindakan maladministrasi tersebut berkenaan dengan dugaan penyimpangan prosedur dan pengabaian kewajiban hukum yang dilakukan oleh Mendagri," ujar Anggota Kontras Adelita Kasih dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (3/6/2022).

Baca Juga

Dia menuturkan, tindakan maladministrasi dibuktikan dari dilantiknya lima orang menjadi penjabat gubernur pada 12 Mei 2022 lalu. Kelima penjabat daerah tersebut adalah: Al Muktabar (sekretaris daerah Banten) sebagai penjabat gubernur Banten; Ridwan Djamaluddin (Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) sebagai penjabat gubernur Kepulauan Bangka Belitung; Akmal Malik (Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri) sebagai penjabat Gubernur Sulawesi Barat; Hamka Hendra Noer (Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga) sebagai penjabat Gubernur Gorontalo; dan Komisaris Jenderal (Purn) Paulus Waterpauw (Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Kementerian Dalam Negeri) sebagai penjabat Gubernur Papua Barat.

Pada bulan yang sama, Adelita mengatakan, seorang perwira tinggi TNI yang masih aktif, yakni Brigjen Andi Chandra As’Aduddin, ditunjuk menjadi penjabat Bupati Seram Bagian Barat. Saat itu, Brigjen Andi menduduki jabatan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Sulawesi Tengah.

"Dari sejumlah nama di atas, kami menilai pengangkatan yang dilakukan berpotensi menghadirkan konflik kepentingan serta melanggar asas profesionalitas sebagai bagian tak terpisahkan dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) karena menduduki dua jabatan sekaligus secara aktif," kata Adelita.

Dia menerangkan, mendagri dalam hal ini telah menempatkan penjabat kepala daerah secara tidak transparan dan akuntabel. Sementara, dalam penempatan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah telah menerabas berbagai peraturan, seperti Undang-Undang (UU) TNI, UU Polri, UU Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), hingga dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Oleh karena menabrak berbagai peraturan perundangan dan prinsip demokrasi yang merupakan perbuatan melanggar hukum, maka kami melaporkan Mendagri ke Ombudsman Republik Indonesia. Atas dasar tersebut, kami meminta Ombudsman RI sesuai tugas dan wewenangnya untuk menerima, memeriksa laporan dan/atau pengaduan secara transparan dan akuntabel, serta menyatakan maladministrasi tindakan Mendagri dalam menentukan penjabat kepala daerah," ucap Adelita.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement