REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Universitas Hasanuddin Makassar Amril Hans menyatakan penetapan penjabat pemerintah daerah hendaknya mempertimbangkan kapasitas birokrat. Pelayanan publik harus menjadi prioritas bukan sekadar melihat faktor keamanan negara.
"Apabila paradigma menempatkan posisi itu pada pejabat TNI/Polri aktif sebagai pemimpin daerah untuk mengisi posisi kekosongan pemerintahan demi alasan stabilitas negara, berarti ini suatu kemunduran," kata dosen FISIP Unhas tersebut di Makassar, Jumat (27/5/2022).
Menurut dia, persoalan pemerintahan tidak semata-mata penanganan stabilitas keamanan. Tapi pada hakikatnya adalah pencapaian kesejahteraan masyarakat.
"Kondisi saat ini, sudah banyak birokrat yang tidak diragukan lagi kapasitas dan kemampuannya dalam pemerintahan," katanya.
Inti dari pemerintahan, menurut dia, adalah pelayanan publik sehingga bidang inilah yang perlu menjadi fokus, bukan kekhawatiran ketidakstabilan keamanan. Apalagi, lanjut dia, masyarakat saat ini sudah makin melek dalam melihat situasi dan kondisi yang ada sehingga tidak boleh lagi didikte dengan pendekatan "kekuatan" atau "kekuasaan".
Oleh karena itu, menurut dia, pengambilan keputusan menempatkan posisi TNI/Polri aktif sebagai pemimpin pemerintahan hendaknya dipertimbangkan sematang-matangnya. Agar pengambilan kebijakan ke depan tidak menimbulkan persoalan baru.
Pasalnya, kata Amril, dalam mengatur pemerintahan, masyarakat dan persoalannya juga makin kompleks sehingga membutuhkan kepemimpinan yang dapat mengerti dan memahami persoalan hingga di level paling bawah.