Kamis 26 May 2022 16:40 WIB

Penunjukan Penjabat Kepala Daerah Ubah Indonesia Menjadi Sentralistik

Kondisi sentralistik sudah terasa sejak pengesahan UU Ciptaker.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Indira Rezkisari
Suasana pelantikan lima penjabat gubernur yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian (kedua kiri) di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Mendagri Tito Karnavian?melantik lima penjabat gubernur, yaitu Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasna Perbatasan di Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP)?Paulus Waterpauw?sebagai Pj. Gubernur Papua Barat,?Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar sebagai Pj. Gubernur Banten, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik sebagai Pj. Gubernur Sulawesi Barat, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin sebagai Pj. Gubernur Bangka Belitung, serta Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Hamka Hendra Noer sebagai Pj. Gubernur Gorontalo.
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Suasana pelantikan lima penjabat gubernur yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian (kedua kiri) di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Mendagri Tito Karnavian?melantik lima penjabat gubernur, yaitu Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasna Perbatasan di Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP)?Paulus Waterpauw?sebagai Pj. Gubernur Papua Barat,?Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar sebagai Pj. Gubernur Banten, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik sebagai Pj. Gubernur Sulawesi Barat, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin sebagai Pj. Gubernur Bangka Belitung, serta Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Hamka Hendra Noer sebagai Pj. Gubernur Gorontalo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli hukum tata negara dari Themis Indonesia, Feri Amsari, mengatakan, kondisi Indonesia akan sentralistik setelah pengangkatan penjabat kepala daerah di 271 wilayah sepanjang 2022 dan 2023. Pasalnya, menurut dia, proses penunjukan penjabat kepala daerah itu tak memperhatikan aspirasi daerah, tidak tranparan, dan tanpa pembentukan peraturan pelaksana.

"Bagaimana kondisi Indonesia setelah penunjukan penjabat termasuk Papua, saya pikir memang kondisinya akan sangat sentralistik," ujar Feri dalam diskusi daring yang disiarkan Youtube Public Virtue Research Institute, Rabu (25/5/2022) kemarin.

Baca Juga

Dia mengatakan, sebenarnya kondisi sentralistik sudah sangat dirasakan ketika disahkan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Dia menyebutkan, dalam UU Ciptaker, seluruh kewenangan pemerintah daerah ditarik ke pusat.

Sementara itu, dia menjelaskan, kewenangan penjabat kepala daerah memang dibatasi dengan adanya ketentuan empat larangan. Namun, larangan ini dikecualikan apabila mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri dalam negeri (mendagri).

Feri melanjutkan, sentralistik juga terasa dalam keputusan pemekaran daerah di Tanah Papua. Klaim pemerintah pusat yang menerima aspirasi adanya pemekaran wilayah dinilai belum diungkapkan dan tidak bisa mewakili masyarakat Papua.

Menurut dia, Rancangan Undang-Undang tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua tidak dibarengi dengan naskah akademik yang menjelaskan hasil penelitian serta kajian yuridis, sosilologis, dan filosofis terkait pemekaran Papua. Dia mengatakan, yang terjadi justru draf UU Otsus Papua disahkan dalam waktu yang singkat.

"Saya yakin ini ada misi yang disembunyikan, karena mengambang semua. Ini maunya masyarakat Papua, masyarakat yang mana tidak terjawab. Ini untuk kepentingan ekonomi Papua, kajiannya mana tidak terungkap. Ini demi daerah otonom yang bisa memecah posisi ekonomi sehingga orang bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, mana naskah akademiknya, mana draf Undang-Undangnya yang kemudian bisa dibahas. Ini tidak bisa ujug-ujug," jelas Feri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement