Selasa 07 Jun 2022 17:58 WIB

Buntut Konvoi Viral: Pemimpin Khilafatul Muslimin Ditangkap dan Terancam 20 Tahun Penjara

Pemimpin Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja ditangkap di Lampung.

Di kawal ketat, pimpinan Khilafatul Muslimin Abdul Qadir Baraja telah tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (7/6) sekitar pukul 16.15 WIB.
Foto:

Anggota Komisi III DPR RI, Santoso, menilai konvoi atribut khilafah di wilayah Cawang, Jakarta Timur beberapa waktu lalu bukti aparat keamanan 'kecolongan'. 

"Adanya konvoi dengan membawa atribut khilafah yang dilakukan oleh organisasi masyarakat dengan nama Khilafatul Muslimin menandakan bahwa aparat keamanan termasuk intelijen di dalamnya kecolongan. Harusnya sudah dapat diamati pergerakannya dan segera mencegah agar tidak melakukan konvoi seperti yang sudah dilakukan di wilayah Jakarta Timur," kata Santoso kepada Republika, Selasa.

Politikus Partai Demokrat itu menegaskan bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah final. Karena itu menurutnya dipastikan rakyat akan menolak jika ada pihak-pihak yang akan mengubah Pancasila sebagai dasar/ideologi NKRI.

"Jika rakyat menolak maka aparat keamanan yang mendapat mandat untuk melaksanakan ketertiban memiliki kewajiban untuk melakukan tindakan sesuai hukum yang berlaku kepada pihak yang ingin mengganti Pancasila di bumi NKRI," ujarnya.

Selain itu, ia berharap aparat keamanan dapat bertindak secara terukur sesuai peraturan perundang-undangan. Aparat hukum tidak boleh abuse of power dan bertindak tanpa ketentuan hukum positif di Indonesia. 

"Peran pemerintah juga harus dikuatkan melalui lembaga-lembaga yang menangani pencegahan radikalisasi serta penguatan sikap bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia yang mempersatukan komponen yang ada serta melindungi semua golongan, etnis, agama , budaya dan lain-lain yang hidup di Indonesia," tuturnya. 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Fatwa, KH Asrorun Niam juga telah merespons kasus konvoi motor yang membawa atribut khilafah di Cawang, Jakarta Timur. Terkait isu khilafah ini, menurut dia, Komisi Fatwa MUI telah memberikan penjelasan secara proporsional. 

"Kalau terkait kasusnya saya belum tahu, belum mendalami. Tetapi soal isu khilafah, MUI melalui Ijtima Komisi Fatwa memberikan penjelasan secara proporsional," ujar Niam saat diwawancara di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Selasa (31/5/2022). 

Menurut Niam, masyarakat Indonesia tidak perlu antipati. Tetapi di sisi yang lain, juga tidak boleh memaksakan diri untuk menerapkan sistem khilafah di Indonesia.

"Ketika kita sudah memiliki komitmen untuk menggunakan sistem pemerintah Republik dengan dasar Pancasila dan juga UUD NKRI tahun 1945, itu bagian dari ijtihad yang bersifat syar'i juga," kata Niam. 

Faktanya, tambah Niam, dalam hidup berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, selama ini tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islam. "Sholat juga bisa, zakat juga difasilitasi melalui UU Zakat, haji juga difasilitasi, puasa difasilitasi, mau kurban juga difasilitasi dan juga dijamin ketersediaan hewan kurbannya," jelas Niam. 

 

 

Sebelumnya, peneliti Puslitbang Bimas Agama Kementerian Agama (Kemenag), Abdul Jamil Wahab mengungkapkan tiga lembaga atau organisasi yang mengusung khilafah, yaitu Hizbut Tahrir, ISIS, dan Khilafatul Muslimin di Lampung.

“Ketiga-tiganya ini memang mempunyai satu gagasan bahwa dunia itu hanya dikuasasi oleh satu kekuasaan saja, yang pemimpinnya itu disebut khalifah,” ujar Abdul Jamil.

Menurut dia, ide atau pandangan yang diusung ketiga organisasi tersebut bisa disebut sebagai global state, yaitu sebuah dunia yang hanya memiliki satu kekuasaan. Karena itu, menurut dia, hal itu bertentangan dengan nation state atau negara kebangsaan.

Nah, kedua pandangan ini tidak bisa disatukan, karena pada dasarnya dua entitas yang berbeda,” ucapnya.

Dia menjelaskan, masyarakat Indonesia sendiri, khususnya yang tertarik dengan ide khilafah tersebut pada umumnya hanya melihat sepintas tentang sejarah Islam. Di mana, setelah wafatnya Rasulullah kemudian dilanjutkan oleh khulafaur Rasyidin.

“Jadi memang ada historisnya, di mana dunia Islam pernah menerapkan sistem khilafah. Itu adalah informasi dalam sejarah dan itu dibawa atau diperkenalkan kepada masyarakat saat ini seolah-olah itu adalah mutlak sebagai negara yang ada di dalam dunia Islam,” katanya.

Padahal, menurut dia, kepemimpinan khilafah itu sejatinya tidak mutlak. Karena, sistem bernegara dalam kehidupan umat Islam sangat banyak, ada yang berbentuk kerajaan seperti Arab Saudi dan ada juga yang dalam bentuk republik seperti Mesir, Iran, dan Indonesia.

“Itu semuanya adalah juga berangkat dari ajaran Islam. Artinya, sekali lagi bahwa ide khilafah itu keliru kalau dipandang sebagai sesuatu yang mutlak. Karena pada prinsipnya di dalam kehiduapan masyarakat Islam banyak mengenal bentuk-bentuk pemerintahan negara-negara,” jelas Abdul Jamil.  

 

photo
Geger Pembakaran Bendera HTI - (Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement