Senin 06 Jun 2022 17:40 WIB

Dalih Risma Menjawab Rp 6,9 T Bansos Salah Sasaran Berdasarkan Temuan BPK

Pemeriksaan BPK menyebutkan penyaluran Rp 6,9 triliun bansos tak sesuai ketentuan.

Menteri Sosial Tri Rismaharini (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/6/2022). Rapat kerja tersebut membahas pembicaraan pendahuluan RAPBN TA 2023, evaluasi pelaksanaan anggaran tahun 2021, dan evaluasi kinerja pelaksanaan anggram tahun 2022.
Foto:

Pada akhir pekan lalu, Risma mengeksekusi kebijakan mengganti program bansos dengan program pemberdayaan ekonomi untuk warga miskin berusia di bawah 40 tahun. Dia menargetkan program ini ditujukan bagi 1 juta orang.

"Kami lakukan asesmen dan kami proses mereka (untuk mendapatkan program pemberdayaan ekonomi ini). Target kita mudah-mudahan bisa 500 ribu orang, mudah-mudahan 1 juta orang," kata Risma kepada wartawan, Jumat (3/6/2022). 

Risma menjelaskan, program penggantian bansos dengan pemberdayaan ekonomi ini ditargetkan khusus bagi warga miskin yang berusia muda atau mereka yang berusia di bawah 40 tahun. Sebab, mereka masih usia produktif. Selain itu, mereka berpotensi mendapatkan uang lebih banyak dengan berusaha dibandingkan dari dana bansos. 

"Kalau mereka terima bansos itu Program Keluarga Harapan (PKH) dana Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) cuma Rp 450 ribu per bulan. Itu tidak akan membuat mereka sejahtera," kata Risma. 

Sedangkan dengan membuka usaha, mereka bisa mendapat dana jutaan rupiah setiap bulannya. Contohnya, sejumlah warga miskin yang telah menerima program pemberdayaan ekonomi ini. 

"Ada yang kami treatment dan kami pantau, hasilnya ada yang sebelumnya berpenghasilan Rp 50 (ribu) per hari menjadi jadi Rp 200 (ribu). Kalau Rp 200 ribu per hari, sebulan kan Rp 6 juta," kata Risma.

Ada juga, kata Risma, warga miskin yang sebelumnya tak punya penghasilan tetap menjadi berpenghasilan Rp 150 ribu per hari. Menurut Risma, jika warga miskin usia muda ini tetap diberikan bansos, maka mereka tak akan punya tabungan masa tua.

"Dan dia akan jadi beban negara," ujarnya.

Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin mengatakan, pengalihan program bansos ke program pemberdayaan ini dilakukan untuk menciptakan keadilan. Sebab, masih banyak warga pra-sejahtera lainnya yang belum terjangkau bansos.

“Jadi agar ada pemerataan kesempatan bagi yang belum pernah mendapat bantuan," katanya pada April lalu. 

Lebih lanjut, Pepen menyebut program pemberdayaan ekonomi dinamakan Program Kewirausahaan Sosial (ProKUS). Sasaran pesertanya adalah mereka yang selama ini menerima bansos PKH yang memiliki usaha rintisan seperti kuliner, jasa, kerajinan tangan, industri kreatif, budidaya pertanian dan agrowisata. 

Peserta ProKUS nantinya akan mendapatkan pelatihan, pendampingan, dan bantuan modal usaha. "Mereka akan terhubung dengan lembaga-lembaga permodalan seperti koperasi," ujar Pepen. 

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah berpendapat, rencana terbaru Risma itu tepat secara konsep. Hanya saja, kebijakan itu tak tepat dilaksanakan sekarang, saat daya beli rakyat miskin sedang anjlok akibat kenaikan harga komoditas.

Terlebih lagi, kondisi ekonomi belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19. Menurut Trubus, penerapan program ini harus ditunda.

Jika rencana transisi program ini dipaksakan penerapannya saat ini, maka akan muncul penolakan dari masyarakat miskin. Resistensi akan muncul lantaran masyarakat masih pusing dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, lalu semakin tercekik ketika tak lagi mendapatkan dana bansos. 

"Pengalihan program ini bisa diterapkan paling cepat dua tahun lagi. Tahun 2024 paling cepat," ujar Trubus. 

 

 

 

photo
Korupsi Bansos Menjerat Mensos - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement