Senin 06 Jun 2022 15:04 WIB

Respons Temuan Bansos Salah Sasaran Rp 6,9 T, Risma: BPK Pakai Data Lama

Menurut Risma, temuan BPK mengacu pada DTKS yang belum diperbaiki.

Rep: Febryan. A/ Red: Andri Saubani
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/6/2022). Rapat kerja tersebut membahas pendahuluan RAPBN TA 2023, evaluasi pelaksanaan anggaran tahun 2021, dan evaluasi kinerja pelaksanaan anggram tahun 2022.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/6/2022). Rapat kerja tersebut membahas pendahuluan RAPBN TA 2023, evaluasi pelaksanaan anggaran tahun 2021, dan evaluasi kinerja pelaksanaan anggram tahun 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini kembali menjelaskan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal indikasi penyaluran bantuan sosial (bansos) tak tepat sasaran dan berpotensi merugikan negara senilai Rp 6,93 triliun pada 2021. Risma menyebut, temuan itu muncul karena BPK mengacu pada data lama sebelum perbaikan. 

Risma menjelaskan, temuan BPK tersebut mengacu pada data warga miskin atau yang dikenal dengan nama Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) per Oktober 2020. Sedangkan DTKS diperbaiki mulai Desember 2020, tepat setelah Risma diangkat menjadi mensos, dengan cara memadankan nama warga miskin dengan nomor induk kependudukan (NIK). 

Baca Juga

"Kami baru bisa menyelesaikan (perbaikan DTKS) pemadanan NIK itu pada bulan April 2021. Karena itu, BPK menemukan angka Rp 6,9 triliun (bansos tidak tepat sasaran)," ujar Risma saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/6). 

Risma menambahkan, temuan tersebut muncul dalam laporan BPK juga karena pihaknya tak diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan. "Biasanya kalau ada temuan BPK, kami memberikan jawaban terlebih dahulu. Ini kami belum berikan jawaban, tapi laporannya sudah keluar," kata politisi PDIP itu.

Setelah laporan itu muncul, kata dia, barulah BPK meminta Kemensos memberikan jawaban atau penjelasan, dalam kurun waktu empat hari. Risma mengaku sudah menyerahkan dokumen jawaban kepada BPK, yang isinya menunjukkan bahwa bansos Rp 6,9 triliun itu benar-benar disalurkan dan ada penerimanya. 

"Sudah kita cek juga bersama BPK ke lapangan di Jabodetabek dan itu semua clear," kata Risma. 

Alhasil, Risma mengatakan, Kemensos mendapatkan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. "Kami mendapatkan WTP karena kami bisa menjawab semua temuan BPK," ujar mantan wali kota Surabaya itu. 

Untuk diketahui, BPK dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2021 menyebutkan bahwa penetapan dan penyaluran bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako alias Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), dan Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 6,93 triliun. Temuan ini muncul karena Kemensos menyalurkan ketiga program bansos tersebut kepada: 

  1. Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 dan usulan pemda melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).
  2. KPM yang bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos di Tahun 2021.
  3. KPM dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) invalid.
  4. KPM yang sudah dinonaktifkan.
  5. KPM yang dilaporkan meninggal.
  6. KPM bansos ganda 

"Akibatnya, penyaluran bansos PKH, Sembako/BPNT, dan BST terindikasi tidak tepat sasaran sebesar Rp 6,93 triliun," kata BPK dalam dokumen yang diteken Ketua BPK pada Maret 2022 itu.

 

 

photo
Korupsi Bansos Menjerat Mensos - (Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement