Senin 06 Jun 2022 00:10 WIB

Jampidsus: Penetapan Tersangka Dugaan Korupsi KRAS Tunggu Kesimpulan Ahli

Peran para ahli diperlukan untuk menyorongkan kasus itu ke gelar perkara besar.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Fuji Pratiwi
Logo baru PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS). Penetapan tersangka dalam dugaan korupsi di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) tinggal menunggu kesimpulan dari pemeriksaan objek perkara oleh para ahli.
Foto: facebook.com/krakatausteelofficial
Logo baru PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS). Penetapan tersangka dalam dugaan korupsi di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) tinggal menunggu kesimpulan dari pemeriksaan objek perkara oleh para ahli.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penetapan tersangka dalam dugaan korupsi di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) tinggal menunggu kesimpulan dari pemeriksaan objek perkara oleh para ahli.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Kejaksaan Agung (Kejakgung) Supardi mengatakan, timnya sudah melengkapi alat-alat pembuktian perbuatan melawan hukum terkait dugaan korupsi pembangunan blast furnace itu, untuk secepatnya disorongkan ke gelar perkara penetapan tersangka.

Baca Juga

Supardi menjelaskan, peran para ahli dari kalangan akademis dan teknik diperlukan tim penyidikannya untuk menyorongkan kasus itu ke dalam gelar perkara besar. Supardi mengatakan, tim penyidikannya menggandeng sejumlah ahli dari kampus-kampus ternama untuk pengecekan langsung proyek mangkrak pembangunan tungku peleburan baja tinggi milik Krakatau Steel itu.

"Krakatau Steel itu, tinggal menunggu kesimpulan ahli untuk menetapkan tersangka. Karena kita membutuhkan keterangan dari mereka (ahli). Kita tunggulah, mudah-mudahan tidak lama lagi sudah ada hasilnya," ujar Supardi kepada Republika, Ahad (5/6/2022).

Selain menunggu kesimpulan para ahli, tim penyidikannya juga menunggu hasil audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang sampai saat ini, pun belum rampung penghitungannya.

Penyidikan dugaan korupsi di PT Krakatau Steel, sudah tiga bulan dalam penenganan di Jampidsus. Kasus tersebut naik ke penyidikan pada Maret 2022. Namun sampai saat ini, belum ada penetapan tersangka.

Kasus tersebut, terkait dengan pembangunan blast furnace, atau tungku peleburan baja tinggi oleh PT Krakatau Steel pada 2011-2019. Selama penyidikan di Jampidsus, lebih dari 100 orang saksi diperiksa. Termasuk para saksi dari PT Krakatau Steel, dan anak perusahaannya, PT Krakatau Engineering. 

Bahkan tim penyidikan turut memeriksa sejumlah manajemen perbankan, sebagai pihak penyedia dana talangan pembangunan. Supardi pernah menjelaskan, kasus di Krakatau Steel berawal dari proyek pembangunan blast furnace berbahan bakar batu bara pada 2011 sampai 2019. Dia katakan, pembangunan tanur tinggi peleburan baja ringan dengan bahan batu bara itu, untuk meminimalisasi pembiayaan yang lebih rendah ketimbang menggunakan gas. Supardi menerangkan, pada 31 Maret 2011, dimulai pelelangan untuk pembangunan proyek tersebut di Cilegon, Banten.

"Pemenang dari lelang pengadaan adalah konsorsium asal China, MCC CERI, dan PT Krakatau Steel Engerineering," begitu kata Supardi.

Dari hasil penyelidikan, sumber pendanaan pembangunan proyek tersebut semula akan dibiayai oleh Eksport Credit Agency (ECA) yang juga berasal dari China. Akan tetapi, dari dokumen-dokumen penyelidikan, ECA tak menyetujui pembiayaan proyek tersebut. "Karena kinerja keuangan perusahaan PT Krakatau Steel tidak memenuhi syarat," kata Supardi.

Krakatau Steel mengalihkan pembiayaan melalui peminjaman dengan cara sindikasi. Enam bank nasional, dan dari luar negeri, serta lembaga pembiayaan yang menjadi kreditur. Di antaranya, Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank OCBC, Bank ICBC, Bank CIMB, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Nilai pembiayaan mengacu kontrak, sebesar Rp 6,92 triliun. Dari pembiayaan tersebut, manajemen Krakatau Steel, melakukan pembayaran kepada MCC CERI senilai Rp 5,35 triliun.

Nilai tersebut, berasal dari pemberian fasilitas kredit sebesar Rp 3,53 triliun dari perbankan luar negeri, dan porsi lokal sebesar Rp 1,81 triliun. Setelah dilakukan pembayaran, proses pembangunan dimulai sejak 2011. Namun pada Desember 2019, proyek pembangunan tersebut dihentikan. "Tetapi pekerjaan dari pembangunan proyek tersebut tidak selesai," ujar Supardi.

Saat ini, proyek tersebut mangkrak dan tak dapat difungsikan. Sehingga mengakibatkan kerugian negara.

Dugaan korupsi di Krakatau Steel ini, sebetulnya juga pernah disampaikan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pada 2021. Saat acara Talkshow Bangkit Bareng yang digelar oleh Republika, Selasa (28/9/2021) lalu, Erick mengungkapkan perusahaan baja milik negara itu, mencatatkan utang mencapai 2 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp 28,51 triliun. Dari utang tersebut, terkait dengan pembuatan tungku peleburan tanur tinggi. Tetapi, proyek tersebut akhirnya mangkrak. Erick menduga, ada dugaan korupsi dalam pembangunan peleburan baja tersebut. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement