REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memastikan hingga kini belum ditemukan kasus cacar monyet atau monkeypox di Indonesia. Namun, pihaknya akan terus melakukan monitoring guna mengetahui penyebaran kasus monkeypox.
"Monkeypox belum terlihat, kami akan monitor terus," ujar Budi di Kantor Kemente mirian Kesehatan, Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu mengatakan penyakit ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 – 4 minggu. Namun, bisa juga berkembang menjadi berat dan bahkan kematian dengan tingkat kematian 3 – 6 persen.
“Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut,” katanya.
Cacar monyet awalnya hanya endemik di Afrika barat dan Afrika tengah. Hingga awal Mei, kasus jarang muncul di luar Afrika dan biasanya dikaitkan dengan perjalanan ke sana.
Sejumlah negara endemik monkeypox antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana (hanya diidentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone. Di luar negara itu menjadi negara non endemis.
Sejak Inggris pertama kali melaporkan kasus cacar monyet yang dikonfirmasi pada 7 Mei 2022, hampir 400 kasus yang dicurigai atau dikonfirmasi telah dilaporkan kepada WHO. Dalam keterangannya yang dikutip dari Global Times, WHO menyatakan saat ini tidak khawatir terkait penyebaran cacar monyet di luar negara-negara Afrika yang biasanya dapat memicu pandemi global.
Badan kesehatan PBB itu telah menyuarakan keprihatinan atas situasi yang tidak biasa ini, tetapi mereka juga menegaskan kembali bahwa tidak ada alasan untuk panik atas virus ini. Cacar monyet biasanya menyebabkan gejala seperti flu dan lesi kulit berisi nanah yang biasanya sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Namun, penyakit ini dapat membunuh sebagian kecil dari mereka yang terinfeksi.