Rabu 25 May 2022 15:29 WIB

Tanggapan KSAL Usai Larangan Ekspor CPO Dicabut

TNI AL tetap akan berkoordinasi dengan pihak terkait dalam melakukan pengawasan.

Rep: Flori Sidebang / Red: Ratna Puspita
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono (tengah) saat memberikan keterangan pers di Lembaga Pendidikan Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL), Jakarta Pusat, Rabu (25/5).
Foto: Republika/Flori sidebang
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono (tengah) saat memberikan keterangan pers di Lembaga Pendidikan Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL), Jakarta Pusat, Rabu (25/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono menanggapi kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk mencabut larangan ekspor sementara minyak sawit mentah (CPO) mulai Senin (23/5/2022). Ia mengatakan, TNI AL tetap akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam melakukan pengawasan terhadap kapal-kapal pengangkut minyak sawit mentah. 

"Tentunya dalam perjalanannya kita berkoordinasi dengan badan instansi terkait, ada bea cukai, ada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), ada Kemendag, ada kejaksaan bersama-sama (mengawasi)," kata Yudo ditemui di Lembaga Pendidikan Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL), Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2022).

Baca Juga

Yudo menjelaskan, salah satu fungsi TNI Angkatan Laut (AL) adalah melakukan penegakan hukum. Bahkan, ia menuturkan, TNI AL memiliki lima tugas pokok sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia

Pertama, lanjutnya, TNI AL memiliki fungsi sebagai pertahanan matra laut. Kedua, bertugas dalam penegakan hukum dan menjaga wilayah keamanan yurisdiksi Indonesia

"Ketiga, melaksanakan fungsi diplomasi Angkatan Laut sesuai politik bebas aktif negara kita," ujarnya. 

Keempat, melaksanakan pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut. Kelima, melakukan pemberdayaan wilayah pertahanan melalui pembinaan potensi maritim.

"Ini supaya jangan diragukan lagi, lho Angkatan Laut kok nangkepi kapal, Angkatan Laut kok menegakan hukum? Memang ada tugasnya disitu, dan undang-undang ada yang mengamanatkan Angkatan Laut sebagai penyidik," jelas dia. 

Di samping itu, Yudo mengungkapkan, hingga kini TNI AL masih melakukan penyidikan terhadap tiga kapal tanker yang diduga akan mengekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Dia menuturkan, tiga kapal yang masih menjalani proses penyidikan itu, yakni kapal yang ditangkap di wilayah Dumai, Ambon, dan Pontianak.

Untuk diketahui, kapal-kapal itu ditangkap saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan kebijakan mengenai larangan ekspor CPO beserta turunannya beberapa waktu lalu. "Masih ada tiga kapal yang kita sidik karena terdapat bukti awal melakukan pelanggaran tentang itu. Sehingga nanti kita gelar perkara bersama dengan penyidik yang lain, dengan instansi terkait yang berwenang tentunya dari sini nanti akan kita proses hukum," ungkap dia. 

Sementara itu, sambung dia, beberapa kapal yang sebelumnya diamankan oleh TNI AL karena mengangkut minyak sawit mentah, kini sudah dibebaskan. Sebab, jelas Yudo, setelah dilakukan pemeriksaan, kapal-kapal itu memiliki surat atau administrasi yang lengkap. 

"Bagi yang kemarin tidak terbukti karena surat yang sah dari kementerian/lembaga, ya sudah kita laporkan untuk dibebaskan," ujarnya. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (19/5/2022), mengumumkan kebijakan pemerintah untuk membuka kembali ekspor minyak goreng dan bahan bakunya mulai 23 Mei 2022, setelah sempat dilarang sejak 28 April lalu. "Berdasarkan pasokan dan harga minyak goreng saat ini, serta mempertimbangkan adanya 17 juta orang tenaga di industri sawit baik petani, pekerja, dan juga tenaga pendukung lainnya, maka saya memutuskan bahwa ekspor minyak goreng akan dibuka kembali pada Senin 23 Mei 2022," kata Presiden.

Presiden menjelaskan bahwa ia sendiri dan jajarannya terus melakukan pemantauan sekaligus mendorong berbagai langkah untuk memastikan ketersediaan minyak goreng bagi masyarakat, sejak larangan ekspor diberlakukan bulan lalu. Menurut Presiden, kebutuhan nasional untuk minyak goreng curah sekira 194 ribu ton per bulan, tetapi pada Maret sebelum larangan ekspor diberlakukan, pasokan yang ada di pasar domestik hanya mencapai 64,5 ribu ton.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement