Selasa 24 May 2022 22:05 WIB

Harga TBS Belum Naik Signifikan Setelah Pembukaan Ekspor CPO

Perlu ada kebijakan harga dasar kelapa sawit untuk menjadi rujukan harga TBS petani.

Massa aksi yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) melakukan aksi di depan Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/5/2022). Dalam aksinya, massa menuntut kepada pemerintah untuk melarang ekspor minyak goreng dan Crude Palm Oil (CPO) yang berdampak pada anjoloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Massa aksi yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) melakukan aksi di depan Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/5/2022). Dalam aksinya, massa menuntut kepada pemerintah untuk melarang ekspor minyak goreng dan Crude Palm Oil (CPO) yang berdampak pada anjoloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengungkapkan harga tandan buah segar (TBS) sawit di beberapa wilayah Indonesia belum meningkat signifikan. Kenaikan harga belum terjadi selepas pemerintah mencabut larangan ekspor CPO dan minyak goreng per 23 Mei 2022.

"Di beberapa desa di Kabupaten Asahan, Sumatra Utara, terjadi kenaikan Rp 50 per kg, dan ada juga yang harganya tetap. Harga di tingkat petani bervariasi di kisaran Rp 1.700 sampai Rp 2.000 per kg. Sementara harga di loading ramp di kisaran Rp 2.000-Rp 2.200 per kg," kata Henry dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Baca Juga

Henry menyebutkan, harga TBS di peron Rp 1.750 per kg di Pasaman Barat, Sumatra Barat, sementara untuk langsung ke pabrik kelapa sawit (PKS) di kisaran Rp 1.950. Sementara di Kabupaten Rokan Hulu Riau, harga TBS sudah ada yang Rp 2.300 per kg jika diantarkan langsung ke PKS.

"Kalau di Jambi, harga TBS juga tidak lagi mengalami penurunan. Di Tanjung Jabung Timur harga TBS tetap Rp 1.625 per kg, di Muara Bungo Rp 2.200 per kg, dengan kenaikan Rp 100 per kg. Begitu juga di Kabupaten Muaro Jambi, Tebo, dan Tanjung Barat, kenaikan mulai dari Rp 75 per kg sampai Rp 250," paparnya.

Henry meminta pemerintah segera bisa menyediakan minyak goreng seharga Rp 14 ribu per liter sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo untuk tetap mengawasi dan memastikan pasokan minyak goreng terpenuhi dengan harga yang terjangkau.

"Tantangan bagi pemerintah bagaimana harga minyak goreng berada dan stabil di harga Rp 14 ribu. Jika tidak, pada akhirnya rakyat kecil dan terkhusus keluarga petani dan buruh kembali mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng," katanya.

Dia menyebutkan, SPI berharap pemerintah membuat kebijakan harga dasar kelapa sawit untuk menjadi rujukan pihak pabrik kelapa sawit membeli TBS petani. Selain itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mengalokasikan anggarannya kepada para petani sawit skala kecil, karena selama ini masih dinikmati oleh korporasi atau industri besar untuk biodiesel.

Henry menambahkan, peristiwa berkurangnya cadangan dan harga minyak goreng yang tidak terkontrol oleh pemerintah yang disusul dengan kebijakan larangan dan pencabutan kebijakan pelarangan ekspor CPO. Keadaan tersebut harus dijadikan sebagai momen untuk merombak tata kelola persawitan Indonesia melalui reforma agraria.

"Sawit diurus petani, bukan korporasi. Perkebunan sawit harus diserahkan pengelolaannya kepada petani dikelola usaha secara koperasi mulai dari urusan tanaman, pabrik CPO dan turunannya. Negara harus berperan dalam transisi ini dengan melaksanakan reforma agraria, tanah perkebunan atau pribadi yang luasnya di atas 25 hektare dijadikan tanah obyek reforma agraria (TORA). Korporasi mengurus industri pengolahan lanjutannya saja seperti pabrik sabun, obat-obatan, dan usaha-usaha industri turunan lainnya saja," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement