Kamis 19 May 2022 19:22 WIB

4.000 Peserta dari 183 Negara akan Hadiri Pertemuan PBB Terbesar di Bali

Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan PBB tentang kebencanaan

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Achsanul Habib
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Achsanul Habib

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan PBB tentang kebencanaan "Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR)" ke-7 mulai 23 hingga 28 Mei mendatang. Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI Achsanul Habib mencatat sudah terdapat lebih dari 4.000 peserta yang mendaftar untuk menghadiri secara langsung kegiatan yang dilakukan di Nusa Dua, Bali, Indonesia.

Para pendaftar itu berasal dari organisasi nirlaba (NGO) dan perwakilan pemerintah. Peserta juga datang dari kalangan akademisi dan pebisnis. Pemerintah pun mengharapkan pertumbuhan pariwisata dan ekonomi di Bali.

"Hingga kemarin telah terdapat 6.134 pendaftaran dari 183 negara, yang terdiri dari utamanya dari kalangan non pemerintah 24 persen, pemerintah 20 persen, akademisi 11 persen dan bisnis 7 persen," ujar Achsanul dalam pengarahan media secara daring, Kamis (19/5/2022).

"Perkiraan kami ada sekitar 4 ribu peserta nanti yang hadir secara langsung di Bali Nusa Dua Convention Center (NDCC Bali)," ujarnya menambahkan.

Ia juga mengkonfirmasi bahwa acara pembukaan akan dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jkowoi) pada 25 Mei 2022. Pertemuan ini memilih tema From Risk to Resilience: Towards Sustainable Development for All in a COVID-19 Transformed World (Dari Risiko ke Ketangguhan: Menuju Pembangunan Berkelanjutan untuk Semua di Dunia yang Ditransformasi COVID-19).

Achsanul menjelaskan bahwa preparatory days atau pertemuan persiapan digelar pada 23-24 Mei. Setelahnya, pertemuan inti atau official programme akan berlangsung pada 25-27 Mei. Sementara kunjungan ke Desa Tangguh Bencana (Destana) di Provinsi Bali dilakukan pada hari terakhir acara.

"Rangkaian acara meliputi upacara pembukaan dan penutupan, official statement, ministerial roundtables, informal plenaries, dan high-level dialogues. GPDRR juga menggelar sejumlah sesi tematik," ujar Achsanul.

Pertemuan nanti juga akan menghasilkan Co-Chairs’ Summary berupa outcome document yang merupakan refleksi dari pandangan, pendapat, serta rekomendasi dari peserta selama kegiatan. Dokumen tersebut tidak hanya memuat kemajuan global dalam isu penanggulangan risiko bencana, namun juga akan diuraikan langkah dunia di masa mendatang.

Hasil pertemuan pun diharapkan bakal turut memuat peranan Indonesia terkait isu kebencanaan. "Pertama kita harapkan dengan pertemuan ini akan memperkukuh kepemimpinan Indonesia sebagai champion di tingkat Internasional," katanya.

Ia melanjutkan bahwa kebijakan juga akan mendorong penguatan budaya tangguh dan antisipatif masyarakat Indonesia terhadap risiko bencana termasuk mengangkat local wisdom dan aktor-aktor di tingkat lokal sebagai aktor dalam mengurangi resiko bencana.

"Kita juga bakal memperkuat kolaborasi di tingkat lokal, nasional regional maupun internasional untuk pengurangan resiko bencana karena kita akan mengedepankan prinsip bahwa bencana adalah kepentingan bersama," katanya.

Achsanul juga mencatat sejumlah pejabat tinggi yang akan hadir mewakili negaranya, di antaranya  Wakil Presiden Zambia, Mutale Nalumango, Sekretaris Jenderal ASEAN, Lim Jock Hoi. Deputi Sekretaris Jenderal PBB, Amina Mohammed, akan turut hadir mewakili Sekjen PBB. Sementara Presiden Majelis Umum PBB, Abdulla Shahid akan menghadiri sesi pembukaan.

Sekjen Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah (IFRC), Jagan Chapagain akan turut memberikan pernyataan. Selain itu, 28 pejabat tinggi atau wakil menteri akan memimpin sebagai delegasi. Para pejabat termasuk dari Jepang, Kanada, Malaysia, Kanada, Bangladesh, dan Brunei.

Para pemimpin tersebut akan memberikan national statement. Mereka akan membahas pandangan dan rekomendasi terkait bencana kesehatan. Para delegasi menggarisbawahi sustainable resilience yang berarti ketangguhan tidak hanya saat bencana melanda, namun perlu mengedepankan ketangguhan berlanjut demi mengantisipasi bencana mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement