Kamis 19 May 2022 11:15 WIB

Penyidik: Lin Che Wei Dapat Miliaran Rupiah dari Rekomendasi PE CPO di Kemendag

Ada bukti terkait uang pemberian dari PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Musim Mas.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah
Foto: Bambang Noroyono
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tersangka Lin Che Wei dikatakan menerima uang miliaran rupiah dari minimal dua perusahaan minyak goreng. Peneriman uang itu terkait dengan dugaan korupsi pemberian rekomendasi penerbitan persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) di Kementerian Perdagangan (Kemendag). 

Uang tersebut, diduga turut juga dinikmati oleh sejumlah pejabat di Kemendag, selaku otoritas di pemerintahan yang menerbitkan PE CPO Januari 2021-Maret 2022. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengungkapkan, dari hasil penyidikan, sudah ada bukti terkait uang pemberian dari PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Musim Mas. 

Pemberian uang tersebut, kata dia, sebagai kompensasi jasa konsultasi. Akan tetapi, kata Febrie, uang tersebut, juga untuk biaya rekomendasi penerbitan PE CPO yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri di Kemendag, Indrasari Wisnu Wardana (IWW) yang sudah ditetapkan tersangka, Selasa (19/4).

“Sampai saat ini, kita masih menemukan dua perusahaan yang ada alat bukti (pemberian uang) lewat LCW, PT Wilmar dan PT Musim Mas. Dan kita masih telusuri perusahaan-perusahaan lainnya yang mendapatkan persetujuan ekspor CPO di kementerian lewat peran LCW ini,” kata Febrie kepada Republika, Kamis (19/5). 

Febrie menjelaskan, keyakinan penyidik, uang pemberian tersebut, juga turut dinikmati sejumlah pejabat selain IWW di Kemendag. Tim penyidikan menduga, uang tersebut, sebagai pemberian dan penerimaan suap ataupun gratifikasi. 

“Ada dugaan, dan kita masih mendalami apakah itu suap, atau gratifikasi. Kita masih punya waktu untuk menemukan bukti-bukti aliran uang ini,” kata Febrie. 

Febrie mengatakan, tim penyidikannya, sudah menyimpulkan peran tersangka LCW sebagai pihak konsultan bagi perusahaan-perusahaan CPO. Namun, punya peran lain sebagai ‘orang dalam’ di Kemendag yang mengatur penerbitan PE CPO. 

“Anak-anak (penyidik), belum menemukan siapa yang membawa dia (LCW) ke Kementerian Perdagangan ini. Tetapi, dia juga yang digunakan oleh kementerian untuk mengatur PE-nya,” kata Febrie.

Peran ganda seperti makelar yang dilakoni oleh tersangka LCW tersebut, kata dia, sudah terjadi semacam konflik kepentingan. Direktur Penyidikan Jampidsus Supardi mengatakan, tersangka LCW tak ada dalam struktur jabatan di Kemendag. 

Namun, perannya ada sebagai pihak yang memberikan rekomendasi kepada tersangka IWW untuk menerbitkan PE kepada perusahaan-perusahaan CPO, produsen minyak goreng. Tersangka LCW, kata dia, juga pihak internal di Kemendag, yang difungsikan sebagai pengkaji, dan analisis kebijakan, juga pemberi saran apapun terkait dengan CPO dan minyak goreng, serta turunanya.

“Dia (LCW) di kementerian, difungsikan dalam rangka menentukan kebijakan CPO, minyak goreng. Bahkan memberikan rekomendasi untuk perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengannya. Itu saya katakan, sebetulnya sudah conflict interest. Esensinya di situ,” kata Supardi. 

Dari rekomendasi tersebut, kata dia, tersangka LCW mendapatkan upah, dan bayaran. "Saya tidak hafal berapa besarnya. Tapi itu setiap bulannya, miliaran ada," katanya. 

Supardi pun meyakini, uang dari perusahaan-perusahaan yang LCW dapatkan dari pemberian rekomendasi PE CPO tersebut, juga mengalir ke pejabat-pejabat di Kemendag. “Kita masih mendalami ini. Tetapi yang jelas, ada hubungan, komunikasi, peran LCW dengan Dirjen (IWW),” ujar Supardi. 

Pengungkapan skandal korupsi penerbitan PE CPO di Kemendag ini adalah respons hukum dari Kejakgung, atas kelangkaan dan pelambungan harga minyak goreng di pasaran dalam beberapa bulan terakhir. Jaksa Agung ST Burhanuddin pernah mengatakan, kelangkaan dan pelambungan harga minyak goreng di masyarakat tersebut terjadi lantaran aksi sepihak para perusahaan CPO yang bersekongkol bersama sejumlah pejabat di Kemendag dalam mencari keuntungan lebih dengan cara mengekspor semua produksi minyak goreng ke luar negeri. 

Padahal, Burhanuddin mengatakan, dalam syarat penerbitan PE CPO oleh Kemendag, para perusahaan produsen minyak goreng diwajibkan memenuhi 20 persen hasil produksinya untuk kebutuhan nasional. 

Dalam kasus ini, tim penyidikan di Jampidsus sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka. LCW ditetapkan sebagai tersangka dari lembaga riset Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), Selasa (17/5).

Sedangkan IWW ditetapkan tersangka, pada Selasa (19/4) bersama dengan tiga tersangka dari perusahaan CPO. Yakni, Master Parulian Tumanggor (MPT), yang ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA (SMA) yang ditetapkan tersangka selaku senior manager corporate affair Permata Hijau Group (PHG), dan Pierre Togar Sitanggang (PTS), yang ditetapkan tersangka selaku General Manager di Bagian General Affair pada PT Musim Mas. Kelima tersangka tersebut, sejak ditetapkan sudah mendekam ditahanan untuk segera diajukan ke persidangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement