REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Fadjar Dwi Wishnuwardhani mengatakan, dilaksanakannya kembali program Bantuan Subsidi Upah (BSU) merupakan wujud kepedulian negara terhadap kesejahteraan buruh. Fadjar menekankan Program BSU untuk menjaga daya beli pekerja dan buruh yang berhak, sekaligus sebagai stimulus pemulihan ekonomi.
"BSU menjadi cerminan bahwa pemerintah perhatian dan peduli terhadap kondisi masyarakat. Terutama buruh dan pekerja," kata Fadjar, dalam siaran pers, Sabtu (14/5/2022).
Fadjar menjelaskan, BSU 2022 menyasar pekerja atau buruh dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta. Dia mengatakan penerima manfaat adalah pekerja atau buruh yang telah terdaftar sebagai peserta aktif program BPJS Ketenagakerjaan, serta pekerja yang bukan Pegawai Sipil Negara (PNS) dan anggota TNI/Polri.
"Agar bantuan dapat dirasakan secara langsung oleh penerima. Sehingga dapat membantu pekerja dan buruh untuk meningkatkan ketahanan ekonomi," jelasnya.
Fadjar menyebut, kebijakan subsidi upah juga sudah dilakukan di berbagai negara. Dia mencontohkan Kanada pada 2021 telah memberikan subsidi kepada perusahaan atau pemberi kerja, untuk mencegah dampak pemutusan hubungan kerja akibat penurunan pendapatan saat pandemi Covid-19.
"Bedanya dengan kita (Indonesia) bantuan subsidi diberikan secara langsung pada pekerja dan buruh," jelasnya.
Sebagai informasi, pemerintah telah mengalokasikan anggaran BSU 2022 sebesar Rp 8,8 triliun, dengan alokasi bantuan per penerima sebesar Rp 1 juta. Kementerian Ketenagakerjaan saat ini bekerja keras untuk segera merampungkan rincian kriteria dan mekanisme pencairan, agar BSU 2022 segera disalurkan dan dirasakan manfaatnya oleh penerima, yakni para pekerja dan buruh.
"Kantor Staf Presiden sudah memberikan dukungan agar program BSU bisa segera dilaksanakan dan berjalan dengan efektif. KSP juga mengajak berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama mengawal dan mendukung perlaksanaan program BSU ini," ujar Fadjar.