Jumat 13 May 2022 19:42 WIB

Pengamat: Koalisi Golkar-PAN-PPP Terbentuk, Peluang Tiga Pasang Capres Besar

Koalisi Golkar-PAN-PPP disebut sebagai Koalisi Indonesia Bersatu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah) berjabat tangan dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (kanan) dan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa (kiri) usai menggelar pertemuan di Jakarta, Kamis (12/5/2022). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi lebaran dan pembahasan koalisi Bersatu (Beringin, Ka
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (tengah) berjabat tangan dengan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (kanan) dan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa (kiri) usai menggelar pertemuan di Jakarta, Kamis (12/5/2022). Pertemuan tersebut dalam rangka silaturahmi lebaran dan pembahasan koalisi Bersatu (Beringin, Ka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli mengapresiasi terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Harapannya, pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 terdapat tiga poros untuk menghindari polarisasi di masyarakat.

"Dengan terbentuknya koalisi ini, maka peluang adanya tiga pasang kandidat cukup besar," ujar Romli saat dihubungi, Jumat (13/5/2022).

Baca Juga

Koalisi Indonesia Bersatu, yang terdiri dari Partai Golkar, PAN, dan PPP, kemungkinan besar akan mengusung Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (capres). Partai lain yang kemungkinan besar akan membentuk koalisi adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerindra.

Tersisa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat. Menurutnya, keempat partai tersebut harus membentuk poros baru untuk mencegah polarisasi dan terpenuhinya syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

"Mestinya mereka buat poros sendiri agar banyak kandidat (capres dan cawapres). Jika hanya dua kandidat bisa terjadi polarisasi," ujar Romli.

Kendati demikian, ia melihat adanya satu masalah dalam koalisi antara PKB, Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat, yakni penentuan sosok capres yang akan diusung. PKB sebagai pemilik suara tertinggi tentu ingin mengusung ketua umumnya, Abdul Muhaimin Iskandar.

Namun, elektabilitas Wakil Ketua DPR itu masih sangat rendah. Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dapat menjadi opsi capres dari koalisi tersebut, tetapi partainya memiliki suara terendah yang kemungkinan besar akan diperdebatkan dua partai lainnya.

"Ya memang dari awal AHY ingin jadi capres atau cawapres. Bila ini ngotot, bisa terulang seperti kasus Pilpres sebelumnya, Demokrat ketinggalan kereta," ujar Romli.

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat, AHY menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Dalam pertemuan tersebut, AHY menyampaikan bahwa kedua pihak membuka ruang diskusi untuk menghadapi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

"Saya rasa ini menjadi perhatian semua parpol. Kita tahu bicara peta politik tersebut tidak terlepas dari realitas PT 20 persen, Nasdem punya kekuatan, Demokrat juga demikian punya kekuatan, kita cari ruang kolaborasinya," ujar AHY di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta, Selasa (29/3/2022).

Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali mengatakan bahwa ihwal koalisi untuk Pemilu 2024 masih sangat cair. Partai Nasdem pun tak menutup pintu koalisi dengan partai selain Partai Demokrat. "Semua partai masih dinamis, yang pasti bahwa Demokrat Nasdem sama-sama partai politik yang punya visi kebangsaan yang sama. Sehingga peluang untuk melakukan koalisi pada pemilu semua terbuka," ujar Ali.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement