REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui lima orang WNI sebagai teroris asing. Kelimanya dijatuhi sanksi oleh Pemerintah Amerika Serikat atas perannya sebagai fasilitator keuangan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Pemerintah Amerika Serikat sebelumnya telah mengomunikasikan pencantuman ini kepada Pemerintah Indonesia. Mereka berkeinginan memasukkan nama-nama tersebut ke dalam daftar UN Sanctions List on ISIL and Al Qaeda (daftar hitam sanksi AS terkait ISIS dan Alqaeda).
"Pencantuman nama ini tentunya sesuai dengan semangat yang terkandung dalam UU No.9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme," kata Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid, dalam siaran pers kepada Media, Rabu (11/5/2022).
Pemerintah Indonesia, kata Ahmad, akan menindak lanjuti sesuai dengan otoritas dan wewenang yang ada berdasarkan UU No.9/2013. "BNPT terus berkoordinasi dengan lembaga terkait melalui Satgas Foreign Terorist Fighters (FTF)," kata Nurwakhid.
Dia mengatakan BNPT sudah memiliki Satgas Penanggulangan FTF yang dipimpin Kepala BNPT sebagaimana keputusan Kemenkopolhukam.
Nurwakhid menjelaskan lima WNI bernama Dwi Dahlia Susanti, Rudi Heryadi, Ari Kardian, Muhammad Dandi Adhiguna, dan Dini Ramadhani. Kelimanya terafiliasi dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Mereka ada yang masih dan sudah selesai menjalani masa tahanan.
“BNPT mengetahui bahwa profil kelima WNI tersebut memang terlibat FTF ISIS, ada yang masih di dalam penjara dan ada juga yang sudah keluar,” ungkap Nurwakhid.
Dwi Dahlia Susanti asal Tasikmalaya saat ini terpantau masih berada di Turki. Rudi Heryadi asal Sawangan Depok dideportasi dari Turki pada 27 September 2019. Ari Kardian asal Tasikmalaya ditangkap pada 2016 dan sudah selesai menjalani masa tahanannya.
Muhammad Dandi Adhiguna asal Cianjur, Jawa Barat, merupakan fasilitator pengiriman milisi ke Suriah. Dini Ramadhani asal Tegal saat ini diduga berada di Turki.