REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa kasus ujaran kebencian atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) Edy Mulyadi hadir dalam agenda sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (10/5). Edy terjerat kasus hukum usai pernyataannya yang menyebut Kalimantan sebagai tempat 'jin buang anak' mengemuka.
Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan itu baru dimulai pada pukul 11.30 WIB. Ketika membacakan surat dakwaan, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan, pernyataan Edy Mulyadi tak bisa dibuktikan. "Pernyataan terdakwa hanya dongeng dan mengada-ada," kata JPU dalam persidangan tersebut.
Jaksa sempat mempertanyakan kredibilitas Edy Mulyadi yang mengklaim sebagai wartawan. Menurut dia, Edy Mulyadi seharusnya bisa lebih teliti sebelum melontarkan pernyataan.
"Andai terdakwa punya kemampuan mumpuni, informasi dipikirkan dulu. Berkata jujur jangan berapi-api sebarkan berita bohong," ujar JPU.
Jaksa juga sempat menyentil sikap Edy Mulyadi yang beroposisi dengan pemerintah. Khususnya, mengenai keputusan pemerintah memindahkan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur.
"Jangan kedepankan kebencian terhadap pemerintah. Jangan mencampuradukan kalimat yang sebabkan keonaran, khususnya di Kaltim," ujar JPU dengan suara menggebu-gebu.
Jaksa meyakini, pernyataan Edy Mulyadi sudah melukai hati masyarakat Kalimantan. Bahkan, jaksa menilai, pernyataan itu sudah merusak prinsip kebersamaan dan persamaan hak.
"Pernyataan terdakwa telah merendahkan dan memperburuk citra Kalimantan, membuat Kalimantan seolah tidak bernilai apa pun, citrakan Kalimantan sebagai tempat horor di mata masyarakat," kata JPU.
Jaksa juga mengingatkan, bahwa istilah 'jin buang anak' yang digunakan Edy Mulyadi tak boleh ditujukan kepada wilayah manapun. "Istilah merendahkan sama sekali tidak boleh disematkan di daerah manapun yang termasuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena bisa cederai nilai kesetaraan bagi masyarakat untuk dapatkan haknya," kata JPU.
Edy didakwa menyebarkan berita bohong atau hoaks. Pernyataan Edy diangggap bisa memantik keonaran di tengah masyarakat.
Baca juga : Pengamat: Tunjangan Kemahalan Dapat Menarik ASN Pindah ke IKN
Berdasarkan hasil penyidikan kasus Edy Mulyadi maka bisa dilakukan penuntutan Pasal 14 ayat (1) UU RI No.1/1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Subsidair Pasal 14 ayat (2) UU RI No.1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.
Diketahui, eks calon legislatif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri pada akhir Januari 2022. Kasus yang menjerat Edy bermula dari pernyataannya soal lokasi IKN di Kalimantan yang disebut tempat jin buang anak. Pernyataan Edy sontak memancing reaksi keras sebagian warga Kalimatan.