Kebijakan pemerintah melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya sempat simpang siur lantaran sebelumnya disebutkan bahwa ekspor CPO tidak dilarang. Pada Selasa (26/4/2022), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, tiga jenis bahan baku minyak goreng yang dilarang ekspor ini meliputi Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Oil atau RBD Olein bahan baku minyak goreng dengan tiga kode HS. Pertama kode HS 15.11.90.36, kedua HS 1511.90.37, ketiga HS 1511.90.39.
"Jangka waktu larangan ekspor sampai minyak goreng menyentuh target 14 ribu secara merata di seluruh Indonesia," kata Airlangga.
Kementerian Pertanian (Kementan) juga sebelumnya mengonfirmasi bahwa, pemerintah hanya melarang ekspor RBD Palm Olein, produk turunan minyak sawit mentah (CPO) yang menjadi bahan baku untuk produksi minyak goreng. Dengan kebijakan tersebut, menurut Kementan, semestinya para pabrik pengolah sawit tidak menurunkan sepihak harga tandan buah segar (TBS) sawit milik petani.
"Seharusnya dari hitungan kita tidak turunlah, karena yang dilarang ini (produk) turunannya. TBS kan sumber bahan baku, kalau sudah masuk ke pabrik kelapa sawit (lalu diolah menjadi Olein) ya harusnya jangan pengaruhi harga TBS," Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Ali Jamil saat ditemui Republika di Jakarta, Selasa (26/4/2022).
Ali mengatakan, menurunkan harga TBS petani secara sepihak melanggar Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018 tentang tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian TBS Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Mekanisme penetapan harga TBS, menurut peraturan tersebut harus dirapatkan bersama dan dipimpin oleh gubernur.
Oleh karena itu, Kementan pada Senin (25/4/2022) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) kepada 21 gubernur yang di wilayahnya terdapat pabrik kelapa sawit agar memperingatkan bahkan memberi sanksi yang menurunkan harga TBS sepihak.
"Surat itu kita tujukan kepada para gubernur supaya, tolong dikawal itu. PKS-PKS itu tidak serta merta mengeluarkan (menurunkan) harga TBS sepihak. Itu tidak boleh. Mekanisme itu diatur dalam Permentan," katanya.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menilai, kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan bahan baku turunannya dapat berdampak pada melimpahnya pasokan minyak goreng sekaligus penurunan harga. Namun, ia menilai, dampak itu kemungkinan besar hanya sementara.
"Saya kira pelarangan ekspor ini pasokan akan banjir dan harga lama kelamaan memang akan turun, karena sifatnya sementara," kata Tauhid kepada Republika, Selasa (26/4/2022).
Ia pun memperkirakan dunia internasional pasti memberikan tekanan terhadap Indonesia ihwal kebijakan larangan ekspor tersebut. Pasalnya, minyak sawit dibutuhkan dunia sebagai sumber minyak nabati.
"Ketergantungan pasar internasional ini tidak bisa dikendalikan. Jadi, kalaupun nanti ada penurunan harga itu hanya sementara dan turunnya tidak begitu besar. Teman-teman ritel mengatakan paling tinggi harga turun 10 persen," ujarnya menambahkan.
Tauhid pun menilai kebijakan larangan ekspor ini terlalu reaktif. Semestinya, jika kelangkaan yang menjadi masalah, pemerintah memperkuat pengawalan ekspor. Perusahaan eksportir minyak sawit yang belum memenuhi syarat dapat ditahan dan memenuhi pasar dalam negeri terlebih dahulu.
"Pengawasan ini kan lemah banget, malah kemarin ada masalah yang melibatkan pejabat di Kemendag. Jadi pengawasan ekspor sangat lemah," katanya.