Rabu 27 Apr 2022 21:46 WIB

Jokowi Sadari Ironi RI Produsen Sawit Terbesar Tapi Minyak Goreng di Dalam Negeri Langka

Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng sudah berlangsung selama empat bulan.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Andri Saubani
Pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). Dalam beberapa hari terakhir harga kelapa sawit di daerah tersebut mulai menurun dari Rp3.780 ribu per kilogram menjadi Rp2.200 ribu per kilogram, penurunan itu terjadi menyusul adanya kebijakan terkait larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mulai 28 April mendatang.
Foto: ANTARA/Makna Zaezar
Pekerja mengumpulkan buah kelapa sawit di salah satu tempat pengepul kelapa sawit di Jalan Mahir Mahar, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Selasa (26/4/2022). Dalam beberapa hari terakhir harga kelapa sawit di daerah tersebut mulai menurun dari Rp3.780 ribu per kilogram menjadi Rp2.200 ribu per kilogram, penurunan itu terjadi menyusul adanya kebijakan terkait larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mulai 28 April mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, termasuk minyak goreng, merupakan hal utama bagi pemerintah. Hal ini selalu menjadi prioritas tertinggi dalam pertimbangan pemerintah setiap kali memutuskan kebijakan.

Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, Jokowi menilai ironis kondisi kelangkaan minyak goreng yang dihadapi saat ini. Karena itu, ia pun meminta para pelaku usaha minyak sawit agar melihat masalah ini lebih baik dan lebih jernih.

Baca Juga

“Saya sebagai Presiden tak mungkin membiarkan itu terjadi,” kata Jokowi dalam keterangan pers mengenai penjelasan larangan ekspor minyak goreng, Rabu (27/4/2022).

Kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng ini sudah berlangsung selama empat bulan. Berbagai kebijakan pun telah diambil oleh pemerintah, namun hingga kini belum efektif.

Karena itu, lanjut Jokowi, pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng ke luar negeri. Larangan ini berlaku untuk ekspor dari seluruh wilayah Indonesia, termasuk dari kawasan berikat.

Jokowi pun menyadari, larangan ini menimbulkan dampak negatif, berpotensi mengurangi produksi, dan menyebabkan hasil panen petani yang tak terserap. Namun ia menegaskan, kebijakan ini bertujuan untuk menambah pasokan dalam negeri hingga kembali melimpah.

Presiden pun meminta kesadaran industri minyak sawit untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ia menegaskan agar industri minyak sawit memprioritaskan dan memenuhi kebutuhan masyarakat terlebih dahulu.

Jokowi yakin, jika dilihat dari kapasitas produksi, maka kebutuhan dalam negeri akan dengan mudah tercukupi. Sebab, volume bahan baku minyak goreng yang diproduksi dan diekspor jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan dalam negeri.

“Masih ada sisa kapasitas yang sangat besar, jika kita semua mau dan punya niat untuk memenuhi kebutuhan rakyat sebagai prioritas, dengan mudah kebutuhan dalam negeri dapat dicukupi,” jelas Jokowi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement