Rabu 13 Apr 2022 05:13 WIB

Legislator: UU TPKS Kembalikan Keadilan Korban Kekerasan Seksual

Legislator mengapresiasi disahkannya UU TPKS.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah aktivis perempuan bersorak saat menghadiri rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4/2022). Rapat Paripurna DPR tersebut secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Sejumlah aktivis perempuan bersorak saat menghadiri rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (12/4/2022). Rapat Paripurna DPR tersebut secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengatakan disahkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang Undang (UU) menjadi bukti negara masih memiliki sense of crisis. Dimana keadilan bagi korban kekerasan seksual masih ada dan hak-haknya diperhatikan oleh negara.

Luluk menyampaikan apresiasi yang mendalam dan setulus-tulusnya atas keberhasilan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang disepakati bersama untuk disetujui menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI.

Baca Juga

"Disahkannya UU ini menjadi bukti bahwa DPR RI memiliki sense of crisis dan benar-benar mendengar suara yang tak pernah terucap dari ratusan ribu para korban dan penyintas kekerasan seksual yang hak-haknya terabaikan selama ini," ujar Luluk, Selasa (12/4/2022).

Ia mengatakan dengan disahkannya UU TPKS, maka DPR RI ikut andil mencegah dan bahkan menyelamatkan jutaan warga lainnya khususnya kaum perempuan yang rentan menjadi korban kekerasan seksual. Karena itu, Luluk mengungkapkan rasa syukurnya UU TPKS mendapatkan dukungan yang luar biasa dari seluruh elemen masyarakat.

Dukungan muncul dari masyarakat sipil, akademisi perguruan tinggi, organisasi mahasiswa, organisasi keagamaan dan unsur masyarakat lainnya. Khususnya, dukungan dari Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) yang telah mengiring perjalanan dari tahap pembahasan RUU TPKS hingga disahkan menjadi UU.

Legislator dapil Jawa Tengah IV ini menyatakan UU TPKS lahir merespon berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di berbagai konflik masa lampau seperti di Aceh, Papua, Poso, Mei 1998, hingga kasus Marsinah lalu kasus Yuyun dan sederet daftar panjang kasus kekerasan seksual lainnya.

"Akhirnya UU TPKS ini milik kita semua yang harus menyatukan kita untuk mengakhiri stigma dan revictimisasi bagi segenap korban kekerasan seksual di Indonesia,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, RUU TPKS resmi disetujui menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022. Di hadapan para Anggota Dewan, perwakilan pemerintah dan masyarakat sipil yang hadir, Ketua DPR RI Puan Maharani menanyakan persetujuan seluruh Anggota Dewan terhadap RUU TPKS menjadi UU.

“Selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh peserta sidang yang terhormat, apakah Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat disetujui untuk disahkan sebagai undang-undang?” tanya Puan.

Sontak pertanyaan itu disambut jawaban ‘setuju’ oleh seluruh Anggota Dewan. Sebelum disetujui, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya menyampaikan laporan pembahasan RUU TPKS dan memberikan beberapa hal yang masih mungkin mendapat catatan dari berbagai Fraksi terkait kekurangan RUU ini setelah menjadi UU TPKS.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement