Rabu 06 Apr 2022 15:49 WIB

Di Pengadilan, Terungkap Suap Bupati Langkat Pakai Sandi 'Perwakilan Istana'

Perusahaan pemenang tender di Langkat wajib setoran commitment fee 16,5 persen.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/2/2022).
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin bersiap menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengungkap penggunaan sandi 'Perwakilan Istana' dalam proses pemberian suap kepada Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan untuk Muara Perangin Angin selaku wiraswasta dan Direktur CV Nizhami yang didakwa menyuap Terbit Rencana Perangin Angin sebesar Rp 572 juta.

"Pada 24 September 2021, Kasubag Pengadaan Barang dan Jasa UKPBJ Yoki Eka Prianto menyampaikan Marcos Surya Abdi dan Shuhanda Citra sudah mengirimkan 'daftar pengantin', yaitu berisi daftar paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Langkat, pagu anggaran, dan nama perusahaan yang akan mengerjakan paket tersebut yang penentuannya dilakukan 'Perwakilan Istana', yaitu Iskandar Perangin Angin," kata JPU KPK Zainal Abidin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/4/2022).

Suap Direktur CV Nizhami dilakukan karena mendapat paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat tahun 2021. Iskandar Perangin Angin diketahui adalah kakak kandung dari Terbit Rencana Perangin Angin. Iskandar juga adalah Kepala Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat. Dia kerap dipanggil sebagai 'Pak Kades'.

Dalam dakwaan disebutkan, Terbit selaku bupati Langkat memiliki orang-orang kepercayaan, yaitu Iskandar, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra yang biasa disebut 'Group Kuala' untuk mengatur tender pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat. Grup Kuala punya tugas melobi dengan meminta daftar paket pekerjaan setiap dinas di lingkungan Kabupaten Langkat untuk diserahkan ke Iskandar.

Selanjutnya atas arahan Iskandar, ditentukan commitment fee dari masing-masing perusahaan untuk Terbit karena sudah mendapat paket pekerjaan. Perusahaan Grup Kuala memiliki kewajiban memberikan setoran commitment fee sebesar 16,5 persen dari total nilai paket pekerjaan setelah dikurangi pajak sebesar 11,5 persen kepada Terbit Rencana Perangin Angin.

"Jika setoran diberikan kurang dari 16,5 persen maka Terbit akan marah dan perusahaan tersebut tidak akan mendapat paket pekerjaan lagi. Kemudian untuk Dinas PUPR dijanjikan akan mendapat setoran 0,5 persen untuk Kepala Dinas Dinas PUPR dan kuasa pengguna anggaran (KPA) dan sebesar satu persen untuk pejabat pembuat komitmen (PPK)," kata JPU Zainal.

Pada 2021, Muara Perangin Angin mendapatkan paket pekerjaan penunjukan langsung di Dinas PUPR, yaitu paket pekerjaan hotmix senilai Rp 2,867 miliar; pekerjaan penunjukan langsung meliputi rehabilitasi tanggul, pembangunan pagar dan pos jaga, pembangunan jalan lingkar senilai Rp 971 juta, serta paket pekerjaan penunjukan langsung pembangunan SMPN 5 Stabat dan SMP Hangtuah Stabat senilai Rp 940,558 juta.

Pada 17 Januari 2022, Muara menemui Marcos dan Isfi untuk meminta pengurangan commitment fee menjadi 15,5 persen dan disetujui Iskandar. Sehingga total yang harus diserahkan oleh Muara sejumlah Rp 572.221.414 dan dibulatkan menjadi Rp 572 juta. Muara menyerahkan uang sebesar Rp 572 juta pada 18 Januari 2022 yang dibungkus plastik hitam kepada Isfi.

Pada hari yang sama, Isfi dan Shuanda menyerahkan Rp 572 juta kepada Marcos untuk diberikan kepada Terbit Rencana melalui Iskandar. Saat itu juga, mereka diciduk petugas KPK beserta barang bukti uang. Atas perbuatannya, Muara diancam pidana dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mereka diancaman pidana paling singkat 1satu tahun dan paling lama lima tahun dan denda minimal Rp 50 juta maksimal Rp 250 juta. Terbit Rencana Perangin Angin diketahui ditetapkan sebagai tersangka kasus kerangkeng manusia. Komnas HAM dan LPSK menduga ada praktik penyiksaan hingga perbudakan yang dilakukan Terbit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement