Selasa 05 Apr 2022 15:59 WIB

Ketua Komnas HAM Minta Hakim Mulai Hapuskan Hukuman Mati

Hakim di tingkat kasasi harus mempertimbangkan hukum mati yang mulai dihapuskan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik.
Foto: Dok Komnas HAM
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap, aparat penegak hukum, khususnya hakim agar mempertimbangkan vonis hukuman mati. Pasalnya, di sejumlah negara hal tersebut telah dihapuskan secara bertahap. "Hanya tinggal beberapa lagi, termasuk Indonesia yang mengadopsi hukuman mati," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik melalui pernyataan resminya di Jakarta, Selasa (5/4/2022).

Taufan merespons vonis hukuman mati terdakwa Herry Wirawan, pemerkosa belasan santri yang dijatuhkan hukuman mati oleh Pengadilan Tinggi Bandung. Dia menilai, jika Herry atau kuasa hukumnya melakukan upaya hukum lanjutan, hakim di tingkat kasasi harus mempertimbangkan hukum mati yang mulai dihapuskan.

Menurut Taufan, bagi Komnas HAM, korban adalah pihak yang paling utama untuk diperhatikan. Oleh karena itu, Komnas HAM mendorong adanya restitusi dan rehabilitasi. Jika diperhatikan dalam road map hukum pidana yang digunakan Indonesia, kata dia, di dalam RKUHP memang masih ada hukuman mati, tetapi bukan suatu hukuman yang serta merta.

Artinya, masih diberikan kesempatan kepada terpidana mati selama dalam satu periode tertentu untuk diasesmen atau dievaluasi. Jika terpidana mati berkelakuan baik, sambung dia, bisa saja hukuman tersebut diturunkan menjadi lebih ringan.

Taufan mengatakan, kasus pemerkosaan oleh Herry bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia atau dalam ruang lingkup institusi pendidikan Islam atau agama lainnya. Pemerintah melalui kementerian terkait juga telah mengeluarkan Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang berupaya mencegah kekerasan hingga praktik perundungan seksual di ranah pendidikan.

Tetapi, sambung dia, yang perlu diingat juga mengenai hak asasi manusia dan perlindungan bagi korban serta rehabilitasi yang harus dibenahi dalam sistem yang digunakan selama ini. "Terutama dalam sistem pendidikan keagamaan yang sering kali menggunakan jargon keagamaan tapi ada praktik kejahatan terselubung," ujar Taufan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement