Senin 04 Apr 2022 17:42 WIB

Vonis Mati Herry Wirawan, Pakar: Bukti Rasa Keadilan Masih Ada

Dikabulkannya vonis mati karena hakim PT meresapi rasa keadilan masyarakat.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, merespons dikabulkannya banding yang diajukan jaksa dalam kasus pencabulan terhadap 13 santriwati dengan terdakwa Herry Wirawan. Ia meyakini pengabulan banding itu karena majelis hakim masih mempertimbangkan rasa keadilan di masyarakat.

Secara umum, Fickar tak sepakat dengan penerapan hukuman mati di Indonesia. Sebab, pencabutan nyawa seseorang menjadi kewenangan Tuhan.

Baca Juga

"Tetapi, karena hukuman mati masih menjadi hukum positif di Indonesia, maka hukuman yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung wajar saja tidak melanggar apapun karena memang itu kewenangannya dan hukuman mati sebagaimana diatur pasal 10 KUHP masih berlaku sebagai hukum yang berlaku," kata Fickar kepada Republika, Senin (4/4).

Fickar mengamati dikabulkannya banding ini terjadi karena majelis hakim PT bandung meresapi rasa keadilan di masyarakat. Menurut dia, kekejaman yang dilakukan Herry sudah membuatnya pantas dihukum mati. Terlebih lagi, Herry melakukan kejahatannya dengan dibungkus simbol keagamaan.

"Hukuman ini menjadi indikator bahwa rasa keadilan masyarakat masih hidup terhadap kekejaman dan kekerasan yang dilakukan seseorang. Apalagi dengan memanipulasi simbol keagamaan," ujar Fickar.

Fickar juga memandang motif yang melandasi pengabulan banding tersebut demi menjawab keresahan masyarakat. Hal ini juga berlaku sebagai efek jera.

"Ini saya kira yang mendorong rasa keadilan hakim menjadi ektrem seperti itu, sehingga hukuman mati menjadi pilihannya," ucap Fickar.

Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bandung mengabulkan banding yang diajukan jaksa terkait kasus pencabulan terhadap 13 santriwati dengan terdakwa Herry Wirawan. Berkat hal ini, hukuman Herry menjadi vonis hukuman mati dari awalnya hukuman penjara seumur hidup.

"Menerima permintaan banding dari jaksa penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," kata hakim ketua sekaligus Ketua PT Bandung Herri Swantoro dalam keterangan resmi di situs PT Bandung, Senin (4/4).

Pembacaan vonis berlangsung dalam sidang yang digelar secara terbuka pada Senin (4/4). Adapun dalam perkara ini, Herry tetap dijatuhi hukuman sesuai Pasal 21 KUHAP jis Pasal 27 KUHAP jis Pasal 153 ayat ( 3) KUHAP jis ayat (4) KUHAP jis Pasal 193 KUHAP jis Pasal 222 ayat (1) jis ayat (2) KUHAP jis Pasal 241 KUHAP jis Pasal 242 KUHAP, PP Nomor 27 Tahun 1983, Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP dan ketentuan-ketentuan lain yang bersangkutan.

Hakim menilai, perbuatan Herry Wirawan telah terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement