REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan, situasi yang berbeda membuat Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi kenaikan harga BBM dengan cara berbeda. Ketika Puan masih menjadi oposisi di era Susilo Bambang Yudhoyono presiden, dia dengan tetesan air mata terisak-isak menolak kenaikan BBM.
"Namun, sejak Puan menjadi pendukung pemerintah, tidak ada lagi air mata ketika pemerintah menaikkan BBM. Puan dengan gampangnya mengaminkan kenaikan BBM," katanya pada Ahad (3/4).
Dia menyebutkan, perbedaan sikap Puan itu wajar mendapat kritik pedas dari masyarakat. Sebab, air mata Puan saat itu bukan karena pedih melihat rakyat semakin susah karena kenaikan BBM.
"Air mata Puan akhirnya dimaknai masyarakat hanya untuk kepentingan politik," kata dia.
Ia menambahkan, karena itu wajar bila masyarakat merasa kecewa atas perbedaan sikap Puan tersebut. "Puan dinilai bukan memperjuangkan masyarakat, tapi air matanya hanya pencitraan semata," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Puan Maharani pernah menangis ketika pemerintahan SBY menaikkan harga BBM. Saat itu, Puan berpuisi sampai meneteskan air mata.
Cuitan yang menyinggung Puan Maharani tidak menangis saat harga BBM naik seperti era SBY menaikkan harga BBM ini langsung dibanjiri komentar warganet.