REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menyayangkan adanya deklarasi dukungan tiga periode Presiden Joko Widodo (Jokowi) oleh Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi). Ia menjelaskan, ada peraturan perundang-undangan yang melarang aparatur desa melakukan politik praktis seperti itu.
"Perlu diingatkan kembali bahwa kita hidup di dalam negara hukum. Ada profesi-profesi tertentu yang dilarang oleh undang-undang untuk melakukan politik praktis. Kepala desa dan perangkat desa, dilarang oleh undang-undang melakukan politik praktis," ujar Luqman lewat keterangan tertulisnya, Kamis (31/3/2022).
"Dukungan pihak yang mengklaim kepala desa se-Indonesia terhadap Jokowi untuk maju sebagai capres untuk ketiga kalinya, selain melanggar undang-undang, juga menabrak konstitusi," sambungnya.
Ia mengingatkan, agar kepala dan perangkat desa mengerjakan tugas utamanya dalam melayani masyarakat desa. Keberadaan organisasi yang menaungi kepala desa sebaiknya tak diintervensi oleh elite-elite politik.
"Tidak selayaknya kepala desa dan perangkat desa menyediakan diri sebagai alat pihak-pihak tertentu melakukan manuver politik yang kontra-konstitusi," ujar Luqman.
Diketahui, Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi) menyatakan akan mendeklarasikan dukungan untuk Presiden Jokowi untuk menjabat selama tiga periode. Hal itu disampaikan dalam acara Silaturahmi Nasional Apdesi 2022 yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, pada Selasa (29/3/2022).
Salah satu alasannya, Jokowi dinilai sudah banyak mengabulkan permintaan para kepala desa. Sehingga mereka mereka menilai bahwa presiden saat ini peduli dengan desa.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pembicaraan terkait penundaan pemilihan umum (Pemilu) bukan merupakan sesuatu yang haram. Apalagi, hal tersebut dibicarakan di DPR/MPR.
"Ini parlemen, lembaga demokrasi, orang mau cerita apa saja boleh termasuk penundaan pemilu, jangan diharamkan," ujar Bahlil di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Ia mengatakan, wacana penundaan pemilu lahir dari pemikiran konstruktif. Selama hal tersebut demi kebaikan bangsa dan negara, wacana tersebut boleh saja terus digulirkan dan tak diharamkan pembicaraannya.
"Itu wajar-wajar saja tinggal bagaimana proses di parlemen bagaimana boleh atau tidak monggo diselesaikan di sini. Jangan bagaimana memisahkan diri dari publik Indonesia saja," ujar Bahlil.
\