REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta kementerian dan lembaga terkait agar serius menangani atau memperhatikan warga negara yang menjadi korban tindak pidana terorisme (penyintas). BNPT berharap adanya kemudahan syarat yang diajukan bagi para korban, dan keseriusan dari instansi terkait supaya memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan para penyintas.
"Kita harapkan rekan-rekan untuk memberikan bantuan kepada penyintas terutama yang memiliki kondisi fisik khusus atau tidak normal," kata Direktur Perlindungan BNPT Brigadir Jenderal (Brigjen) Imam Margono melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (30/3/2022).
"Banyak para penyintas korban tindak tindak pidana terorisme yang terhambat mendapatkan bantuan," kata Imam.
Ia mengatakan, melalui rapat koordinasi BNPT dan instansi terkait akan memudahkan dan mengetahui kendala apa saja dari kementerian atau lembaga dalam rangka program penyintas. Hasil diskusi serta masukan dari kementerian/lembaga nantinya ditindaklanjuti untuk evaluasi agar para penyintas mendapatkan kemudahan memperoleh haknya, kata dia.
Senada dengan itu, Kasubdit Pemulihan Korban Aksi Terorisme BNPT Rahel mengatakan, peran kementerian/lembaga terkait penanganan korban tindak pidana terorisme diatur dalam Peraturan BNPT Nomor 6 Tahun 2021. Mengacu pada peraturan BNPT tersebut, kementerian dan lembaga dapat berbagi informasi dan laporan mengenai rekomendasi program yang disampaikan.
"Kita bisa sama-sama bertukar informasi, menyusun laporan yang disampaikan kepada BNPT," ujar dia.
Sebagai tambahan informasi, pada periode 2018 hingga 2021, Sub Direktorat Pemulihan Korban Aksi Terorisme BNPT telah melaksanakan identifikasi dan asesmen terhadap 1.162 korban. Data per 1 Maret 2022 menerbitkan surat penetapan korban tindak pidana terorisme terhadap 655 korban tindak pidana terorisme masa lalu (periode peristiwa tahun 2002 hingga 2018).