Rabu 30 Mar 2022 14:01 WIB

Pemerintah Setop Terima Vaksin Donasi Hingga April 

Dihentikannya donasi vaksin mengingat kapasitas penyimpanan yang terbatas.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Friska Yolandha
Petugas melakukan bongkar muat boks berisi vaksin COVID-19 Pfizer di Terminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (17/9/2021). Dirjen Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, I Gede Ngurah Swajaya, mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri, bersama dengan Kementerian Kesehatan, dan BPOM sepakat untuk tidak menerima vaksin donasi hingga April 2022.
Foto: Antara/Fauzan
Petugas melakukan bongkar muat boks berisi vaksin COVID-19 Pfizer di Terminal Cargo Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (17/9/2021). Dirjen Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, I Gede Ngurah Swajaya, mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri, bersama dengan Kementerian Kesehatan, dan BPOM sepakat untuk tidak menerima vaksin donasi hingga April 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, I Gede Ngurah Swajaya, mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri, bersama dengan Kementerian Kesehatan, dan BPOM sepakat untuk tidak menerima vaksin donasi hingga April 2022. Hal tersebut disampaikan Ngurah dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI hari ini. 

"Hingga bulan April 2022 tidak akan menerima vaksin donasi mengingat kapasitas penyimpanan yang terbatas dan ketersediaan vaksin yang sejalan dengan laju pelaksanaan vaksinasi," kata Ngurah Swajaya dalam rapat kerja hari ini di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (30/3/2022). 

Baca Juga

Ngurah mengatakan, pemerintah juga akan selektif dan tegas kepada negara yang akan melakukan donasi vaksin dengan menekankan ketentuan pengaturan masa simpan obat dan vaksin dan durasi vaksin yang dapat diterima 2/3 dari masa simpan. Selain itu, Kemenlu juga akan berupaya terus memfasilitasi permintaan data yang dibutuhkan oleh BPOM untuk menguji stabilitas vaksin, sehingga masa simpan vaksin dapat diperpanjang. 

"Concern terhadap sempitnya masa simpan atau save life atas vaksin donasi juga selalu disampaikan oleh bu menteri luar negeri dalam kapasitas beliau sebagai co-chair AMC-EG agar satu, donasi vaksin juga mempertimbangkan save life vaksin yang panjang untuk menghindari resiko kadaluarsa vaksin dan pemusnahan," ujarnya.

Selain itu, Ngurah menambahkan, masa simpan vaksin tidak hanya menjadi tantangan bagi Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara berpanghasilan rendah lainnya  mengingat tingkat kesulitan distribusi dan kapasitas tenaga kesehatan dan sumber daya manusia yang belum mencukupi.

Di awal pemaparannya, Ngurah menjelaskan hingga 28 Maret 2022 Indonesia telah menerima 505.551.435 dosis vaksin, baik secara bilteral maupun multilateral. Adapun rinciannya yaitu SInovac 295.512.280 dosis, Astra Zeneca 104.731.390 dosis, Pfizer 63.253.425 dosis, Moderna 23.780.340 dosis, Novavac atau Covavax 9 juta dosis, Sinopharm 8.450.000 dosis, dan Johnson&Johnson 824 ribu dosis.

"Dari total lebih dari 505,5 juta dosis vaksin ini, sebanyak 125.863.185 dosis atau 25 persen berhasil didapatkan secara gratis melalui skema multilateral  covac facility, maupun skema dose sharing secara bilateral. Secara multilateral  angkanya 99.139.705 dosis, secara bilateral  26.723.480 dosis," jelasnya. 

Adapun dukungan donasi vaksin terbesar berasal dari Amerika Serikat, Jerman, Australia, Jepang, Perancis, Belanda, Italia, RRC, Inggris, dan UAE. Ngurah mengatakan perolehan vaksin tersebut tidak lepas dari upaya keras indonesia dalam menyuarakan prinsip kesetaraan akses vaksin di berbagai forum internasional.

"Hasil diplomasi vaksin tersebut membawa Indonesia pada pemenuhan target WHO yakni vaksinasi penuh terhadap 40 persen penduduk pada akhir 2021. Perolehan vaksin tersebut juga akan mendukung pemenuhan target WHO yakni 70 persen  populasi Indonesia mendapat vaksin penuh atau fully vaccinated di pertengahan tahun ini 2022," terangnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement