Senin 28 Mar 2022 14:40 WIB

Hasil Survei Hingga Big Data Medsos Kompak Tolak Wacana Tunda Pemilu 2024

Dalam survei terbaru IPO, mayoritas publik menolak wacana penundaan Pemilu 2024.

Peserta mengikuti simulasi pemungutan dan penghitungan suara dengan desain surat suara dan formulir yang disederhanakan untuk pemilu tahun 2024 di Halaman Kantor KPU, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Simulasi ini jadi penegasan bahwa Pemilu 2024 tidak akan ditunda.
Foto:

Selain survei, berdasarkan analisis pakar big data Continuum Data Indonesia, Omar Abdillah, 79,5 persen netizen atau warganet di Twitter memberikan respons negatif terhadap wacana penundaan pemilu. Hal itu berdasarkan analisis media sosial terkait tunda pemilu pada 2-8 Maret 2022 dari total 76.362 perbincangan.

"Di sini hampir 80 persen itu memberikan respons negatif terkait wacana tunda pemilu," ujar Omar dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu (26/3).

Namun, netizen yang memberikan sentimen negatif itu belum tentu setuju atau tidak setuju atas wacana penundaan pemilu. Namun, ketika dirinci lebih lanjut hasilnya justru lebih ekstrem lagi, terdapat 92 persen netizen tidak setuju atas wacana penundaan pemilu tersebut.

"Lebih ekstrem lagi proporsinya, jadi 92 persen orang itu menyatakan tidak setuju akan wacana penundaan pemilu," kata dia.

Dia menjelaskan, pengguna Twitter lebih kritis dibandingkan pengguna media sosial lainnya. Netizen di Twitter dinilai lebih memiliki perspektif lain atas fenomena yang berkembang di masyarakat.

Isu penundaan Pemilu 2024 memang menarik minat dan perhatian banyak orang, termasuk mereka yang memiliki kekhawatiran tersendiri. Banyak pula aktivis, jurnalis, dan mantan jurnalis yang menyuarakan argumen mengenai wacana penundaan pemilu tersebut.

Kemudian, Omar memerinci, 88 persen perbincangan mengandung emosi marah dan takut atas wacana penundaan pemilu. Dalam artian, terdapat kata-kata atau kalimat yang menyatakan kemarahan atas isu tunda pemilu yang berkaitan juga dengan isu perpanjangan masa jabatan presiden, oligarki, dan sebagainya, yang mendominasi perbincangan di media sosial.

Selain itu, 45 persen perbincangan mengaitkan wacana tunda pemilu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Omar menjelaskan, netizen lebih banyak mengaitkan wacana tunda pemilu karena topik perbincangan utamanya ialah meminta Jokowi menanggapi wacana penundaan pemilu dengan klarifikasi atau pernyataan. Sebab, muncul pandangan yang mengartikan diamnya Jokowi adalah sikap setujunya atas wacana tunda pemilu.

Selain itu, Jokowi dikaitkan juga karena topik perbincangan yang mengemuka ialah dukung Jokowi tiga periode. Namun, topik ini lebih sedikit dibicarakan dibandingkan topik publik tolak penundaan pemilu dan usulan tunda pemilu merupakan bagian dari demokrasi.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan atau Zulhas, pada Ahad (27/3), menanggapi wacana penundaan Pemilu 2024 yang digaungkan oleh dirinya, Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia menjelaskan, wacana tersebut tak ada sangkut pautnya dengan Presiden Jokowi.

"Perbincangan soal penundaan pemilu itu urusan partai-partai. Maka jangan suka nyalahin presiden dong, ini Pak Jokowi diserang itu, ini bukan urusan Pak Jokowi ini, ini saya tidak ngebela loh, tapi ini betul," ujar Zulhas.

Sekali lagi dijelaskannya, wacana penundaan pemilu hadir dari pembicaraan antarpartai politik. Saat ini, sudah ada tiga partai yang disebutnya setuju untuk melakukan penundaan, yakni Partai Golkar, PKB, dan PAN.

"Bincang-bincang ini yang baru setuju mau saya, Golkar, PKB. Nasdem, PDIP, yang lain tidak bisa ya tidak bisa dong (menunda Pemilu 2024)," ujar Zulhas.

Adapun wacana penundaan Pemilu 2024 dapat terealisasi lewat amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun, Zulhas yang merupakan Wakil Ketua MPR menjelaskan bahwa itu bisa terjadi jika 3/4 anggota MPR mengusulkan hal tersebut.

 

"Harus 3/4 suara MPR, kan ada syaratnya toh. Kalau cuma saya, PKB, Golkar ya tidak cukup," ujar Zulhas.

 

photo
Mayoritas Pemilih Partai Tolak Penundaan Pemilu - (infografis republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement