REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kriminolog forensik Reza Indragiri Amriel menilai, pengabaian masyarakat terhadap teriakan minta tolong pelajar Kota Bandung, Jawa Barat, yang menjadi korban penodongan erat kaitannya dengan bystander effect. Artinya, semakin banyak orang di tempat kejadian perkara (bystander) maka kesediaan untuk menolong justru laksana bola bekel yang terus terpantul ke sana-sini.
"Karena terus berloncatan, maka akhirnya tidak ada yang menolong sama sekali," ujar Reza, saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/3/2022).
Reza menilai, kejadian tindakan kejahatan penodongan di Bandung merupakan bukti bahwa menolong ternyata tidak mudah. Banyak kepala malah mempersulit orang-orang membuat keputusan.
Terkait kemungkinan masyarakat perkotaan yang individual, Reza menilai ini masuk akal. Namun, ia mengatakan, sepertinya wawasan semacam itu sudah tercantum di buku pendidikan moral pancasila (PMP) sejak puluhan tahun silam.
"Jadi, tidak insightful lagi," katanya.
Menurut kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon, permintaan tolong dari pelajar korban penodongan yang diabaikan warga bisa jadi karena korban berasal dari orang luar, bukan warga setempat. Di sisi lain, ada kemungkinan pelaku merupakan warga setempat.
"Kemungkinan pertama karena korban orang luar, sedangkan pelaku bagian dari lingkungan sekitar, atau kemungkinan kedua, yaitu memang ada kondisi ketiadaan norma saling memperhatikan dalam masyarakat saat ini," ujar Arthur saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/3/2022).
Psikolog Adityana Kasandra Putranto menilai, diamnya orang di sekitar terjadi karena masyarakat merasa ini merupakan tanggung jawab bersama. Di sisi lain, tindak kejahatan dengan kekerasan juga menumbuhkan rasa takut pada masyarakat.
"Fenomena ini diperkirakan karena adanya shared responsibility, orang merasa merupakan tanggung jawab bersama. Jadi, tidak ada yang berani bertindak," ujar Kasandra saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (27/3/2022).